Basis Data Vektor Chromia: Konvergensi Pionir antara AI dan Blockchain
Blockchain dan AI berpadu layaknya Rama dan Shinta
Laporan ini disusun oleh Tiger Research, yang mengulas implementasi basis data vektor milik Chromia sebagai bentuk awal konvergensi antara teknologi AI dan blockchain, serta menyoroti keunggulan utama dan visi strategisnya.
TL;DR
Infrastruktur Vektor On-Chain: Chromia memperkenalkan basis data vektor on-chain pertama yang dibangun di atas PostgreSQL, menjadi langkah penting menuju integrasi praktis antara AI dan blockchain.
Efisiensi Biaya dan Kemudahan Akses bagi Pengembang: Dengan menyediakan lingkungan pengembangan terintegrasi dengan blockchain yang 57% lebih hemat biaya dibandingkan solusi vektor industri konvensional, Chromia secara signifikan menurunkan hambatan untuk masuk ke pengembangan aplikasi AI–Web3.
Arah Pengembangan ke Depan: Platform ini berencana memperluas kemampuan ke indexing EVM, inferensi AI, serta dukungan ekosistem pengembang yang lebih luas, menempatkan Chromia sebagai calon pemimpin inovasi AI dalam ekosistem Web3.
1. Kondisi Terkini Konvergensi AI dan Blockchain
Persimpangan antara AI dan blockchain telah lama menjadi sorotan industri. Sistem AI yang tersentralisasi masih menghadapi tantangan seputar transparansi, keandalan, dan prediktabilitas biaya—hal-hal yang sering kali dianggap sebagai keunggulan potensial dari teknologi blockchain.
Meskipun pasar agent AI mengalami lonjakan pada akhir 2024, sebagian besar proyek hanya menawarkan integrasi permukaan antara kedua teknologi tersebut. Banyak inisiatif justru lebih mengandalkan spekulasi di pasar kripto untuk pendanaan dan visibilitas, alih-alih mengeksplorasi sinergi teknis dan fungsional yang mendalam dengan Web3. Akibatnya, banyak proyek mengalami penurunan valuasi lebih dari 90% dari titik tertingginya.
Sulitnya mewujudkan sinergi yang nyata antara AI dan blockchain berakar pada sejumlah tantangan struktural. Salah satu yang paling krusial adalah kesulitan dalam mengelola data on-chain, yang cenderung kompleks, terfragmentasi, dan secara teknis tidak stabil. Andai saja akses dan pemanfaatan data semudah sistem tradisional, industri mungkin sudah melihat hasil yang lebih jelas hingga saat ini.
Situasi ini menyerupai kisah Rama dan Shinta: dua teknologi kuat dari dunia yang berbeda, namun belum memiliki bahasa bersama atau titik temu untuk integrasi sejati. Yang semakin terlihat jelas adalah kebutuhan akan infrastruktur fundamental yang mampu menjembatani kesenjangan ini—solusi yang bisa menggabungkan kekuatan dari AI dan blockchain.
Untuk menjawab tantangan ini, dibutuhkan sistem yang efisien secara biaya, berkinerja tinggi, dan mampu menyamai tingkat keandalan alat-alat terpusat yang ada saat ini. Dalam konteks ini, teknologi basis data vektor yang menjadi fondasi utama dari inovasi AI modern, mulai muncul sebagai penggerak utama yang menjanjikan.
2. Urgensi Basis Data Vektor
Basis data vektor semakin mendapat perhatian seiring dengan meluasnya penerapan AI, karena mampu mengatasi keterbatasan sistem basis data tradisional. Basis data ini menyimpan data kompleks, seperti teks, gambar, dan audio, dengan mengubahnya menjadi representasi matematis yang disebut vector. Karena melakukan pencarian berdasarkan kemiripan, bukan kesamaan mutlak, basis data vektor lebih selaras dengan cara AI memahami bahasa dan konteks dibandingkan dengan basis data konvensional.
Jika basis data tradisional bekerja seperti katalog perpustakaan, mengembalikan hasil yang mengandung kata persis seperti “anak kucing”, maka basis data vektor dapat menampilkan konten terkait seperti “kucing,” “anjing,” atau bahkan “serigala.” Hal ini dimungkinkan karena informasi disimpan dalam bentuk vector numerik yang merepresentasikan hubungan berbasis kemiripan konsep, bukan persamaan kata secara literal.
Contoh dalam percakapan: saat seseorang ditanya, “Gimana perasaan kamu hari ini?” lalu menjawab, “Langit hari ini cerah banget,” kita tetap bisa menangkap nuansa positif dari jawabannya, meskipun tidak ada kata emosional eksplisit yang digunakan. Basis data vektor bekerja dengan prinsip serupa, memungkinkan sistem memahami makna yang tersirat alih-alih mengandalkan pencocokan kata secara langsung. Ini mencerminkan pola berpikir manusia, memungkinkan interaksi AI yang lebih alami dan cerdas.
Dalam ekosistem Web2, nilai dari basis data vektor sudah sangat diakui. Platform seperti Pinecone (pendanaan $100 juta), Weaviate ($50 juta), Milvus ($60 juta), dan Chroma ($18 juta) telah mendapatkan investasi besar. Sebaliknya, Web3 masih kesulitan mengembangkan solusi serupa, sehingga integrasi antara AI dan blockchain hingga kini terasa lebih teoritis daripada praktis.
3. Visi Basis Data Vektor On-Chain milik Chromia
Chromia, sebuah blockchain Layer 1 berbasis relasional yang dibangun di atas PostgreSQL, membedakan dirinya melalui kemampuan pengelolaan data terstruktur dan lingkungan pengembangan yang ramah bagi developer. Dengan memanfaatkan fondasi basis data relasionalnya, Chromia mulai menjajaki integrasi yang lebih dalam antara teknologi blockchain dan AI.
Salah satu pencapaian penting dalam arah ini adalah peluncuran “Chromia Extension”, yang mengintegrasikan PgVector, tools open-source populer untuk pencarian kemiripan vektor dalam basis data PostgreSQL. PgVector memungkinkan pencarian teks atau gambar serupa secara efisien, yang sangat berguna dalam pengembangan aplikasi berbasis AI.
PgVector sendiri sudah mapan dalam ekosistem teknologi tradisional. Supabase, yang sering dianggap sebagai alternatif dari layanan basis data seperti Firebase, menggunakan PgVector untuk mendukung pencarian vektor berperforma tinggi. Adopsinya yang terus tumbuh di berbagai platform berbasis PostgreSQL mencerminkan kepercayaan industri yang luas terhadap alat ini.
Dengan mengintegrasikan PgVector, Chromia membawa kemampuan pencarian vektor ke dalam ekosistem Web3, menyelaraskan infrastrukturnya dengan standar yang telah terbukti di dunia teknologi konvensional. Integrasi ini menjadi bagian penting dalam peningkatan mainnet Mimir pada Maret 2025, dan dipandang sebagai langkah fundamental menuju interoperabilitas AI–blockchain yang lebih mulus.
3.1. Ranah Terintegrasi All-in-One: Fusi Sempurna antara Blockchain dan AI
Tantangan terbesar bagi para developer yang mencoba menggabungkan blockchain dan AI adalah kompleksitas teknis. Membangun aplikasi AI di atas blockchain yang ada sebelumnya mengharuskan proses rumit yang menghubungkan berbagai sistem eksternal. Misalnya, developer harus menyimpan data di blockchain, menjalankan model AI di server luar, dan membangun basis data vektor secara terpisah.
Struktur yang terfragmentasi ini menimbulkan berbagai inefisiensi operasional. Permintaan dari pengguna diproses di luar blockchain, dengan data yang terus berpindah antara lingkungan on-chain dan off-chain. Selain memperpanjang waktu pengembangan dan meningkatkan biaya infrastruktur, proses ini juga menghadirkan celah keamanan serius, karena transfer data antar sistem meningkatkan risiko peretasan dan menurunkan transparansi secara keseluruhan.
Chromia melihat persoalan ini dan menawarkan solusi mendasar: mengintegrasikan langsung fungsi basis data vektor ke dalam blockchain. Di dalam Chromia, seluruh proses dilakukan secara native. Permintaan pengguna diubah menjadi vektor, lalu digunakan untuk melakukan pencarian terhadap data on-chain, dan hasilnya dikembalikan—semua terjadi dalam satu ekositem yang baik.
Untuk menggambarkannya secara sederhana: sebelumnya, developer harus mengelola komponen secara terpisah, seperti membeli panci, wajan, mixer, dan oven untuk memasak satu hidangan. Chromia menyederhanakan proses ini dengan menghadirkan multi-cooker, semua fungsi terintegrasi dalam satu sistem.
Pendekatan terintegrasi ini secara drastis menyederhanakan proses pengembangan. Layanan eksternal dan kode koneksi yang kompleks menjadi tidak lagi diperlukan, sehingga waktu dan biaya pengembangan pun menurun. Yang tak kalah penting, seluruh data dan proses dicatat langsung di dalam blockchain, memastikan transparansi menyeluruh dari awal hingga akhir.
Ini menjadi langkah penting menuju konvergensi penuh antara blockchain dan AI—bukan sebagai dua teknologi yang berjalan sejajar, melainkan sebagai satu sistem yang saling terintegrasi dan interoperable.
3.2. Efisiensi Biaya: Daya Saing Harga yang Unggul vs Layanan Saat Ini
Ada anggapan umum bahwa layanan on-chain itu “tidak praktis dan mahal.” Dalam model blockchain tradisional, hal ini memang terbukti karena setiap transaksi dikenakan gas fee, dan biaya bisa meningkat tajam saat jaringan padat. Ketidakpastian biaya menjadi penghalang besar bagi banyak perusahaan yang ingin mengadopsi solusi berbasis blockchain.
Chromia memahami keresahan ini dan menanggapinya dengan arsitektur yang lebih efisien serta model bisnis yang berbeda dari mayoritas blockchain tradisional. Alih-alih menggunakan sistem berbasis gas fee, Chromia memperkenalkan sistem sewa Server Computing Unit (SCU), model harga yang menyerupai layanan cloud seperti AWS atau Google Cloud. Dengan model berbasis instansi ini, harga menjadi lebih transparan dan terprediksi, menghilangkan volatilitas biaya yang sering ditemui di jaringan blockchain konvensional.
Secara teknis, pengguna dapat menyewa SCU secara mingguan menggunakan token native Chromia, yaitu $CHR. Setiap SCU menyediakan penyimpanan dasar sebesar 16GB, dengan biaya yang meningkat secara linier sesuai penggunaan. SCU ini juga bisa disesuaikan secara elastis mengikuti kebutuhan, memungkinkan alokasi sumber daya yang fleksibel dan efisien. Model ini mempertahankan sifat terdesentralisasi dari jaringan, sembari mengadopsi pendekatan harga berbasis penggunaan yang sudah akrab di Web2, meningkatkan transparansi dan efisiensi biaya secara signifikan.
Basis data vektor Chromia memperkuat keunggulan biaya ini. Berdasarkan benchmark internal, basis data tersebut dapat beroperasi dengan biaya sekitar $727 per bulan (dengan asumsi 2 SCU dan 50GB penyimpanan)—angka ini 57% lebih rendah dibandingkan solusi basis data vektor Web2 yang sebanding.
Keunggulan harga ini lahir dari sejumlah efisiensi struktural. Selain dari optimasi teknis dalam mengadaptasi PgVector ke lingkungan on-chain, dampak terbesar berasal dari model penyediaan sumber daya yang terdesentralisasi. Layanan tradisional biasanya menambahkan margin tinggi di atas infrastruktur AWS atau GCP. Sebaliknya, Chromia memangkas biaya overhead ini dengan memungkinkan operator node untuk langsung menyediakan daya komputasi dan penyimpanan mengurangi lapisan perantara dan biaya terkait.
Struktur yang terdistribusi ini juga meningkatkan keandalan layanan. Dengan banyak node yang beroperasi secara paralel, jaringan secara desain memiliki high availability—bahkan jika ada node yang gagal. Dengan begitu, kebutuhan akan infrastruktur redundan yang mahal dan tim dukungan besar seperti pada model SaaS Web2 dapat ditekan. Hasilnya: biaya operasional lebih rendah dan sistem yang lebih tahan banting.
4. Awal Konvergensi Blockchain dan AI
Meskipun baru diluncurkan sekitar sebulan lalu, basis data vektor milik Chromia sudah menunjukkan sinyal adopsi awal, dengan beragam use case inovatif yang tengah dikembangkan. Untuk mempercepat adopsi, Chromia secara aktif mendukung para builder melalui program hibah yang menanggung biaya penggunaan basis data vektor.
Dukungan ini menurunkan hambatan eksplorasi, memungkinkan para developer untuk menguji ide-ide baru dengan risiko yang lebih rendah. Potensi aplikasinya sangat luas, mulai dari layanan keuangan terdesentralisasi (DeFi) berbasis AI, sistem rekomendasi konten yang transparan, platform berbagi data milik pengguna, hingga alat manajemen pengetahuan yang digerakkan komunitas.
Salah satu contoh hipotetik adalah AI Web3 Research Hub yang dikembangkan oleh Tiger Labs. Sistem ini memanfaatkan infrastruktur Chromia untuk mengubah konten riset dan data on-chain dari berbagai proyek Web3 menjadi vector embeddings, yang kemudian digunakan oleh agent AI untuk memberikan layanan cerdas.
Agent AI ini dapat mengakses data langsung dari blockchain menggunakan basis data vektor Chromia, sehingga menghasilkan respons yang jauh lebih cepat. Dipadukan dengan kemampuan indexing EVM milik Chromia, sistem ini dapat menganalisis aktivitas on-chain di berbagai jaringan seperti Ethereum, BNB Chain, Base, dan lainnya, mendukung berbagai jenis proyek. Menariknya, konteks percakapan dengan pengguna disimpan langsung di on-chain, memungkinkan alur rekomendasi yang benar-benar transparan bagi investor maupun pengguna akhir.
Seiring bertambahnya use case yang dibangun, semakin banyak pula data yang dihasilkan dan disimpan di Chromia—membangun pondasi bagi sebuah AI flywheel. Teks, gambar, dan data transaksi dari berbagai aplikasi blockchain disimpan sebagai vektor terstruktur dalam basis data Chromia, menciptakan dataset yang kaya dan bisa dilatih oleh AI.
Data yang terkumpul ini menjadi materi pembelajaran bernilai tinggi bagi AI, memungkinkan peningkatan performa secara berkelanjutan. Misalnya, AI yang telah mempelajari pola transaksi pengguna dalam jumlah besar dapat memberikan saran keuangan yang lebih personal dan akurat. Aplikasi berbasis AI yang canggih ini akan menghadirkan pengalaman pengguna yang lebih baik, menarik lebih banyak pengguna baru, dan menghasilkan lebih banyak data memperkuat siklus pertumbuhan.
Ketika sistem ini berkembang, infrastruktur vektor Chromia akan menjadi mesin utama dalam ekosistem yang saling memperkuat antara data, pengguna, dan kinerja AI mewujudkan konvergensi nyata antara blockchain dan kecerdasan buatan (AI).
5. Roadmap Chromia
Setelah peluncuran mainnet Mimir, Chromia akan memfokuskan pengembangannya pada tiga area utama, yaitu:
Meningkatkan kapabilitas indexing EVM di berbagai jaringan besar seperti BSC, Ethereum, dan Base;
Memperluas kemampuan AI inference untuk mendukung lebih banyak model dan ragam use case; dan
Mengembangkan ekosistem developer melalui penyediaan infrastruktur dan alat bantu yang lebih mudah diakses.
5.1. Inovasi Indexing EVM
Kompleksitas bawaan dari teknologi blockchain selama ini menjadi hambatan besar bagi para developer. Untuk menjawab tantangan ini, Chromia memperkenalkan solusi indexing yang inovatif dan berorientasi pada kenyamanan developer dengan tujuan utama menyederhanakan proses query data on-chain secara mendasar.
Pendekatan ini merupakan lompatan besar dalam cara data transaksi, khususnya NFT di Ethereum, dapat dilacak. Alih-alih menggunakan struktur query yang kaku dan sudah ditentukan sebelumnya, Chromia mampu mempelajari pola dan struktur data secara dinamis, sehingga bisa menemukan jalur pencarian informasi yang paling efisien.
Dengan inovasi ini, developer game bisa langsung menganalisis riwayat perdagangan item berbasis blockchain, sementara proyek DeFi dapat dengan cepat melacak alur transaksi yang kompleks. Ini mempercepat pengembangan aplikasi dan memperluas kemungkinan inovasi di berbagai sektor Web3.
5.2. Perluasan Kapabilitas AI Inference
Kemajuan dalam indexing data menjadi fondasi bagi langkah Chromia berikutnya: memperluas kapabilitas AI inference. Proyek ini telah meluncurkan ekstensi inference AI pertamanya di testnet, dengan fokus utama pada dukungan terhadap model AI open-source. Salah satu pencapaian penting adalah diperkenalkannya Python client yang secara signifikan menurunkan hambatan integrasi model machine learning ke dalam ekosistem Chromia.
Langkah ini bukan sekadar peningkatan teknis, tapi juga bagian dari strategi besar yang selaras dengan cepatnya inovasi di dunia AI. Dengan memungkinkan eksekusi berbagai model AI secara langsung di node penyedia, Chromia mendorong batasan dari pembelajaran dan inference AI terdistribusi mewujudkan performa AI canggih dalam arsitektur Web3 yang terbuka dan terdesentralisasi.
5.3. Strategi Ekspansi Ekosistem Developer
Chromia secara aktif membangun kemitraan untuk membuka potensi penuh dari teknologi basis data vektornya, dengan fokus kuat pada pengembangan aplikasi yang didorong oleh AI. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan utilitas jaringan sekaligus permintaan terhadapnya.
Perusahaan ini menargetkan domain berdampak tinggi seperti agen penelitian AI, sistem rekomendasi terdesentralisasi, pencarian teks yang peka terhadap konteks, dan pencarian kesamaan semantik. Inisiatif ini lebih dari sekadar memberikan dukungan teknis—ia menciptakan platform di mana para developer dapat membangun aplikasi yang memberikan nilai nyata bagi pengguna. Peningkatan sebelumnya dalam kemampuan indexing data dan AI inference diharapkan menjadi mesin inti dalam mengembangkan aplikasi-aplikasi ini.
6. Visi Chromia dan Tantangan Pasar
Basis data vektor on-chain milik Chromia memposisikan platform ini sebagai pesaing utama dalam ruang konvergensi blockchain dan AI. Pendekatannya yang inovatif, mengintegrasikan basis data vektor secara langsung belum diterapkan di ekosistem lain, menonjolkan keunggulan teknologinya yang jelas.
Model sewa SCU milik platform ini, yang mirip dengan layanan cloud, juga memperkenalkan perubahan paradigma yang menarik bagi para developer yang sudah terbiasa dengan sistem berbasis gas. Struktur biaya yang dapat diprediksi dan teroptimasi ini sangat cocok untuk aplikasi AI skala besar, memberikan titik pembeda yang signifikan. Sebagai catatan, biaya penggunaan SCU sekitar 57% lebih rendah dibandingkan dengan layanan basis data vektor Web2, sehingga meningkatkan daya saing Chromia di pasar.
Namun demikian, Chromia menghadapi tantangan penting terutama dalam persepsi pasar dan pertumbuhan ekosistem. Mengkomunikasikan inovasi kompleks seperti bahasa pemrograman native-nya (Rell) dan integrasi AI on-chain kepada developer dan perusahaan akan menjadi hal yang sangat penting. Untuk mempertahankan posisinya sebagai leader, Chromia harus terus melakukan pengembangan teknis dan ekspansi ekosistem, terutama saat platform blockchain lain mulai menargetkan use case serupa.
Keberhasilan jangka panjang sangat bergantung pada validasi use case yang praktis dan memastikan keberlanjutan model ekonomi tokennya. Dampak model sewa SCU terhadap nilai token jangka panjang, strategi adopsi developer yang efektif, serta penciptaan kasus aplikasi bisnis yang substansial akan menjadi faktor penentu dalam pertumbuhan masa depan Chromia.
Sebagai kesimpulan, Chromia telah membangun posisi kepemimpinan awal dalam lanskap integrasi Web3 dan AI yang sedang berkembang. Namun, untuk mengubah diferensiasi teknis menjadi nilai pasar yang berkelanjutan, Chromia perlu memastikan kemajuan yang konsisten di berbagai aspek infrastruktur, ekosistem, dan komunikasi. 12–24 bulan ke depan akan menjadi periode krusial dalam menentukan arah jangka panjang Chromia.
🐯 Lainnya dari Tiger Research
Telusuri lebih lanjut laporan yang relevan dengan topik ini:
Disclaimer
Laporan ini sebagian didanai oleh Chromia. Laporan ini diproduksi secara independen oleh peneliti kami menggunakan sumber yang kredibel. Temuan, rekomendasi, dan opini yang ada didasarkan pada informasi yang tersedia pada saat publikasi dan dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya. Kami menolak tanggung jawab atas kerugian yang timbul dari penggunaan laporan ini atau isinya dan tidak menjamin akurasi atau kelengkapannya. Informasi yang disajikan mungkin berbeda dengan pandangan pihak lain. Laporan ini hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan nasihat hukum, bisnis, investasi, atau pajak. Referensi terhadap sekuritas atau aset digital hanya untuk ilustrasi dan bukan merupakan nasihat investasi atau tawaran. Materi ini tidak ditujukan untuk investor.
Ketentuan Penggunaan
Tiger Research mengizinkan penggunaan wajar atas report yang telah disusun dan diterbitkan. 'Penggunaan wajar' adalah prinsip yang mengizinkan penggunaan sebagian konten untuk kepentingan publik, selama tidak merugikan nilai komersial materi tersebut. Jika penggunaan sesuai dengan prinsip ini, laporan dapat digunakan tanpa memerlukan izin terlebih dahulu. Namun, saat mengutip laporan Tiger Research, Anda diwajibkan untuk:
Menyebutkan dengan jelas 'Tiger Research' sebagai sumber.
Menyertakan logo Tiger Research (hitam/putih).
Jika materi akan disusun ulang dan diterbitkan kembali, diperlukan persetujuan terpisah. Penggunaan laporan tanpa izin dapat mengakibatkan tindakan hukum.