Kebijakan SEC AS: Dari Regulasi Ketat Menuju Pendekatan Kolaboratif
Dampak Perubahan Kebijakan SEC terhadap Pasar Asia
Laporan ini disusun oleh Tiger Research dan menganalisis perubahan kebijakan SEC serta dampaknya terhadap pasar aset kripto di Asia.
TL;DR
Pada awal 2025, di bawah kepemimpinan Pelaksana Ketua Mark Uyeda, SEC mulai beralih dari pendekatan penegakan hukum yang ketat ke arah kolaborasi dengan pelaku industri.
Pergeseran ini turut memengaruhi regulator global, karena keputusan-keputusan SEC kerap menjadi acuan internasional. Negara seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Hong Kong pun mempercepat pengembangan kerangka regulasi mereka.
Dengan penunjukan Paul Atkins sebagai Ketua baru, SEC diperkirakan akan memperjelas regulasi yang ada—memberikan ruang lebih besar bagi inovasi di sektor aset kripto.
1. Pendahuluan
Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) telah lama berfungsi sebagai acuan utama dalam regulasi kripto global. Ketika SEC mengklasifikasikan token sebagai sekuritas atau mengambil tindakan hukum terhadap perusahaan tertentu, dampaknya meluas melampaui yurisdiksi AS dan mempengaruhi pasar internasional.
Namun, arah kebijakan SEC mulai bergeser. Jika sebelumnya di bawah Gary Gensler pendekatan yang digunakan adalah “regulasi melalui penegakan hukum” tanpa panduan yang jelas, Pelaksana Ketua Mark Uyeda yang menjabat pada awal 2025 mulai membawa pendekatan yang lebih kolaboratif. Beberapa gugatan penting ditarik, regulasi SAB 121 dicabut, dan sebuah Satuan Tugas Kripto dibentuk untuk menyusun pedoman yang lebih transparan dan kerangka regulasi yang komprehensif.
Perubahan ini mulai membentuk ulang lanskap industri kripto di AS. Laporan ini membahas bagaimana dinamika tersebut berdampak terhadap perkembangan regulasi dan pasar aset digital di Asia.
2. Perjalanan Regulasi SEC dalam Industri Kripto
Pada periode 2021 hingga 2024, Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) mengadopsi pendekatan regulasi yang menitikberatkan pada penegakan hukum, tanpa menyediakan pedoman yang jelas bagi industri. Di bawah kepemimpinan Gary Gensler, SEC mempertanyakan keberlanjutan industri kripto dan menerapkan berbagai kebijakan ketat dengan dalih perlindungan investor.
Gugatan terhadap Ripple (XRP), klasifikasi layanan staking Kraken sebagai sekuritas tidak terdaftar disertai denda sebesar USD 30 juta, serta investigasi terhadap perusahaan besar seperti Coinbase, Binance, Consensys, dan Uniswap menjadi simbol dari strategi agresif SEC. Pesan yang disampaikan jelas, yaitu ketidakpatuhan terhadap hukum sekuritas akan berujung pada tindakan hukum. Akibatnya, banyak perusahaan kripto menghentikan ekspansi di wilayah AS atau memindahkan operasi hukum ke yurisdiksi yang lebih ramah regulasi, seperti Abu Dhabi.
Arah kebijakan SEC mengalami perubahan signifikan pasca kemenangan Donald Trump dalam pemilu akhir 2024. Trump mencalonkan Paul Atkins—tokoh yang dikenal pro-kripto—sebagai Ketua SEC, dan pada awal 2025, Mark Uyeda ditunjuk sebagai Pelaksana Ketua. Uyeda, yang menjabat sebagai Komisaris sejak 2022, dikenal memiliki pandangan yang mendukung terhadap industri aset digital.
Setelah menjabat, Uyeda mulai mengarahkan SEC ke pendekatan yang lebih kolaboratif. Pada Januari 2025, SEC membentuk Crypto Task Force yang dipimpin oleh Komisaris Hester Peirce, seorang pendukung kuat ekosistem kripto.
Salah satu langkah awal yang diambil adalah pencabutan SAB 121—kebijakan yang mewajibkan perusahaan mencatat aset kripto kustodian sebagai liabilitas, yang sebelumnya menjadi hambatan bagi partisipasi institusional. Pencabutan ini mencerminkan respons SEC terhadap kekhawatiran industri dan menandai pergeseran dari pendekatan sepihak ke arah yang lebih responsif dan terbuka.
Meskipun belum tersedia kerangka regulasi menyeluruh, arah kebijakan SEC mulai menunjukkan kejelasan melalui pernyataan staf terkait stablecoin dan meme coin. Melalui Crypto Task Force, SEC kini membangun dialog aktif dengan pelaku industri dan menyusun sistem regulasi yang lebih adaptif dan aplikatif dibanding pendekatan sebelumnya.
3. Bagaimana Pergeseran Regulasi SEC Mempengaruhi Pasar Asia?
3.1 Investor Ritel: Perubahan Fokus Menuju AS
Pergeseran kebijakan regulasi SEC berdampak luas secara global, namun dampaknya terhadap investor ritel Asia tetap terbatas secara langsung. Sebagian besar investor di Asia beroperasi dalam kerangka regulasi nasional mereka, sementara keterbatasan akses ke exchange berbasis AS, termasuk kendala dalam integrasi rekening bank domestik, jalur fiat yang terbatas, dan biaya transfer lintas platform membatasi eksposur langsung. Selain itu, investor menghadapi risiko volatilitas ganda seperti dari fluktuasi harga aset kripto dan nilai tukar dolar terhadap mata uang lokal.
Namun, dampak tidak langsung dari dinamika di AS semakin terasa. Pasca terpilihnya kembali Presiden Trump, ekspektasi terhadap pelonggaran regulasi mendorong narasi positif di kalangan investor Asia, terutama terkait peluang investasi dalam proyek-proyek berbasis di AS. Meskipun transaksi tetap terjadi dalam yurisdiksi lokal, perhatian pasar kini semakin tertuju pada perkembangan kebijakan dan sentimen di AS. Fokus narasi industri pun bergeser, menjadikan pasar AS sebagai referensi utama bagi keputusan investasi ritel di Asia.
3.2 VCs: Meningkatkan Kekuatan Amerika
Kebijakan penegakan ketat di bawah kepemimpinan Gary Gensler menciptakan iklim investasi yang lebih konservatif di sektor modal ventura kripto AS. Data Galaxy Research menunjukkan bahwa pada kuartal IV 2024, perusahaan kripto berbasis AS hanya menyumbang 46,2% dari total investasi—mengalami penurunan dibandingkan kuartal sebelumnya. Sebaliknya, pangsa investasi Hong Kong melonjak dari 4% menjadi 17,4%, mencerminkan pergeseran modal ke yurisdiksi dengan kepastian regulasi yang lebih tinggi.

Restrukturisasi SEC yang kini dipimpin oleh tokoh-tokoh pro-kripto telah memulihkan optimisme terhadap pasar AS. Indikasi pengembangan kerangka regulasi yang lebih jelas, ditambah kebijakan “America First” di bawah pemerintahan Trump, memperkuat momentum tersebut. Contohnya, a16z menutup kantor di Inggris untuk memfokuskan investasi di AS—termasuk rencana alokasi lebih dari $20 miliar untuk sektor teknologi AI, yang diperkirakan turut mendorong pertumbuhan investasi kripto domestik.
Namun, negara-negara besar di Asia bergerak cepat merespons untuk dinamika ini, seperti Hong Kong, Singapura, dan Jepang terus memperkuat fondasi institusional dan mempercepat penyempurnaan kerangka regulasi mereka. Meskipun arus investasi jangka pendek cenderung berfokus pada AS, peningkatan infrastruktur dan daya saing regulasi di Asia menunjukkan pola pikir dan potensi kuat untuk jangka menengah hingga panjang.
3.3 Regulator: Perubahan SEC Sebagai Peta Jalan Regulasi untuk Asia
Keputusan-keputusan SEC memberikan pengaruh besar terhadap arah regulasi di Asia. Persetujuan Bitcoin ETF oleh SEC pada awal 2024 menjadi preseden penting, mendorong Hong Kong untuk mengizinkan spot Bitcoin ETF hanya tiga bulan kemudian.
Pergeseran arah SEC turut mempercepat pengembangan regulasi. Jepang, misalnya, telah memiliki kerangka regulasi untuk stablecoin, namun baru pada Maret tahun ini lisensi EPISP pertama diberikan kepada SBI. Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan Jepang sedang mengkaji perubahan undang-undang untuk mengklasifikasikan kripto sebagai produk keuangan. Korea Selatan juga melonggarkan batasan dengan mulai membuka akses perdagangan institusional, diawali oleh entitas nirlaba. Di Asia Tenggara, Malaysia dan Vietnam memimpin inisiatif peninjauan ulang kerangka regulasi kripto nasional.
Secara umum, pergeseran kebijakan SEC mendorong dua tren utama di Asia: kejelasan regulasi dan peningkatan penerimaan industri. Regulator kini tidak lagi berfokus pada pembatasan, melainkan pada pembangunan kerangka kerja yang pro-pasar untuk meningkatkan daya saing regional.
4. Penutup
Antara 2021 hingga 2024, SEC menerapkan pendekatan ketat berupa “Regulasi Melalui Penegakan Hukum.” Namun, sejak awal 2025, terjadi pergeseran signifikan ke arah yang lebih kolaboratif, dipicu oleh masuknya tokoh-tokoh pro-kripto ke posisi strategis. Perubahan ini dimulai di bawah kepemimpinan plt. Mark Uyeda dan diperkirakan akan semakin menguat dengan penunjukan resmi Paul Atkins sebagai Ketua SEC.
Meskipun begitu, tidak semua pihak di dalam SEC sepakat. Komisaris Caroline Crenshaw secara terbuka mengkritik arah baru yang dianggap terlalu ramah terhadap industri, serta menyuarakan kekhawatiran atas beberapa inisiatif dari Crypto Task Force.
Kebijakan kripto AS kini tidak hanya dibentuk oleh SEC semata. Presiden Trump, didampingi oleh Paul Atkins dan David Sacks sebagai "Crypto Czar", memimpin upaya reformasi regulasi yang lebih luas. Regulasi diposisikan ulang sebagai fondasi pertumbuhan industri, bukan sebagai hambatan. Kejelasan kebijakan diharapkan dapat menarik modal dan mendorong inovasi.
Pergeseran ini berdampak sangat cepat di Asia. Negara-negara besar segera mempercepat penyusunan kerangka regulasi domestik mereka. Fase pertumbuhan industri berikutnya telah dimulai dengan regulasi yang kini dipandang sebagai landasan bagi tatanan baru, bukan lagi sebagai batasan.
🐯 Lainnya dari Tiger Research
Telusuri lebih lanjut laporan yang relevan dengan topik ini:
Disclaimer
Laporan ini disusun berdasarkan sumber yang dianggap dapat dipercaya. Namun, kami tidak memberikan jaminan, baik secara eksplisit maupun implisit, atas keakuratan, kelengkapan, atau kesesuaian informasi yang disajikan. Kami tidak bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin timbul akibat penggunaan laporan ini atau isinya. Kesimpulan dan rekomendasi dalam laporan ini didasarkan pada informasi yang tersedia pada saat penyusunan dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan. Semua proyek, estimasi, prediksi, tujuan, opini, dan pandangan yang dinyatakan dalam laporan ini dapat berubah tanpa pemberitahuan dan mungkin berbeda atau bertentangan dengan pendapat pihak lain atau organisasi lain.
Dokumen ini hanya bertujuan untuk memberikan informasi dan tidak boleh dianggap sebagai saran hukum, bisnis, investasi, atau perpajakan. Referensi terhadap sekuritas atau aset digital dalam laporan ini hanya bersifat ilustratif dan tidak merupakan rekomendasi investasi atau penawaran layanan konsultasi investasi. Materi ini tidak ditujukan untuk investor atau calon investor.
Ketentuan Penggunaan
Tiger Research mengizinkan penggunaan wajar atas report yang telah disusun dan diterbitkan. 'Penggunaan wajar' adalah prinsip yang mengizinkan penggunaan sebagian konten untuk kepentingan publik, selama tidak merugikan nilai komersial materi tersebut. Jika penggunaan sesuai dengan prinsip ini, laporan dapat digunakan tanpa memerlukan izin terlebih dahulu. Namun, saat mengutip laporan Tiger Research, Anda diwajibkan untuk:
Menyebutkan dengan jelas 'Tiger Research' sebagai sumber.
Menyertakan logo Tiger Research (hitam/putih).
Jika materi akan disusun ulang dan diterbitkan kembali, diperlukan persetujuan terpisah. Penggunaan laporan tanpa izin dapat mengakibatkan tindakan hukum.