Mengapa Perusahaan Global Memilih Avalanche
Transformasi Blockchain yang Dipimpin oleh Avalanche
Perusahaan Global Kembali Memasuki Blockchain
Berbeda dengan euforia spekulatif NFT pada tahun 2021, gelombang adopsi saat ini berfokus pada penerapan bisnis yang nyata. Kejelasan regulasi juga semakin meningkat dengan disetujuinya ETF, diberlakukannya kerangka kerja MiCA di Uni Eropa, serta pengesahan Undang-Undang FIT21 di Amerika Serikat. Pada saat yang sama, pasar stablecoin telah melampaui skala gabungan Visa dan Mastercard, memperlihatkan utilitas praktis yang signifikan.
Institusi seperti JPMorgan, Goldman Sachs, dan BlackRock kini menjalankan strategi terstruktur alih-alih langkah oportunistik. Upaya mereka dalam tokenisasi RWA, pembayaran, dan transfer lintas batas telah menghasilkan capaian yang terukur. Faktor umum dari para pelaku yang berhasil adalah kepatuhan terhadap kerangka kerja yang jelas.
Kerangka kerja tersebut umumnya mencakup validasi business case, penilaian kapabilitas, pemilihan blockchain, implementasi bertahap, serta integrasi dan ekspansi ekosistem. Dari seluruh tahapan, pemilihan blockchain merupakan faktor paling menentukan. Platform yang dipilih sering kali menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan sebuah proyek.
Tantangannya terletak pada luasnya pilihan yang tersedia. Setiap hari, puluhan blockchain baru diluncurkan dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing. Persyaratan spesifik industri semakin memperumit keputusan. Oleh karena itu, institusi perlu mempertimbangkan lima kriteria utama: kelengkapan, ketersediaan keahlian, reference cases, keamanan, dan struktur biaya.
Tiger Research menyajikan metodologi praktis untuk adopsi blockchain oleh institusi. Dengan Avalanche sebagai titik fokus, laporan ini menjelaskan penerapan kerangka lima langkah tersebut dan memberikan contoh konkret implementasi yang berhasil.
1. Percepatan Masuknya Institusi ke dalam Blockchain
Visa, J.P. Morgan, PayPal, Nexon, dan korporasi global lainnya telah memasuki bisnis blockchain, sementara institusi lain juga sedang mempertimbangkan langkah serupa. Namun, keterlibatan institusi dengan blockchain bukanlah hal baru. Aktivitas serupa pernah terlihat selama NFT boom 2020–2021, meskipun saat itu berfokus pada spekulasi.
Pada masa NFT hits, perusahaan besar seperti Nike, Adidas, LG, dan Samsung Electronics ikut didalamnya. Pasar NFT berkembang pesat dari USD 17,6 miliar menjadi lebih dari USD 40 miliar. Nike sendiri menghasilkan pendapatan sebesar USD 185 juta. Namun, sebagian besar inisiatif ini terhenti, sehingga hanya menghasilkan keberhasilan jangka pendek.
Lanskap dengan cepat berubah setelah lonjakan awal tersebut. Menjelang akhir 2022, keberlanjutan dari berbagai proyek NFT tanpa arah yang jelas mulai dipertanyakan. Runtuhnya FTX menjadi pukulan telak. Meskipun pemicu langsung adalah kegagalan profil tinggi seperti FTX dan Terra-Luna, masalah yang lebih mendalam adalah ketidakpastian regulasi dan ketiadaan model bisnis yang layak. Hal ini memicu apa yang disebut sebagai crypto winter.
Dampaknya meluas ke seluruh lanskap blockchain. Lebih dari 13.000 karyawan diberhentikan, dan investasi pada startup anjlok hingga 80%, dari USD 21,2 miliar menjadi USD 4,1 miliar. Pemain institusional seperti Nike juga mulai menarik diri, menandakan bahwa pasar telah mencapai puncak dari siklus FOMO spekulatif.
Tahun 2025 menunjukkan gambaran yang berbeda secara fundamental. Institusi kembali bergerak tegas ke blockchain. Kali ini, pergerakan tersebut didukung oleh kejelasan regulasi. Persetujuan crypto ETFs, penerapan kerangka MiCA oleh Uni Eropa, serta pengesahan FIT21 bill di Dewan Perwakilan AS telah menyediakan pondasi yang lebih kuat. Langkah-langkah ini, dikombinasikan dengan kebijakan cadangan Bitcoin strategis dari pemerintahan Trump serta legislasi stablecoin baru, memberikan kepastian regulasi yang lebih besar bagi institusi.
Di atas pondasi regulasi ini, hasil nyata mulai terlihat terutama di sektor RWA, di mana pasar stablecoin tumbuh dengan pesat. Pada 2024, volume transaksi stablecoin mencapai USD 27,6 triliun, melampaui gabungan volume Visa (USD 25,8 triliun) dan Mastercard. Skala ini menunjukkan bahwa adopsi blockchain telah bergerak melampaui spekulasi dan mulai berfungsi sebagai infrastruktur keuangan praktis.
Partisipasi dari institusi keuangan besar di AS juga semakin cepat. Contoh menonjol adalah BUIDL fund milik BlackRock, yang tumbuh hingga mencapai USD 2,9 miliar dalam aset hanya dalam waktu enam bulan. Pertumbuhan ini mencerminkan dampak langsung dari berkurangnya ketidakpastian regulasi.
Lingkungan saat ini sangat berbeda dibandingkan siklus sebelumnya. Institusi telah mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalu, sehingga kini mereka mengevaluasi model bisnis yang berkelanjutan dan relevan dengan lebih cermat. Alih-alih masuk secara oportunistik, mereka mengadopsi pendekatan yang lebih hati-hati dan strategis.
Perubahan ini ditandai dengan fokus pada penciptaan nilai nyata. Kasus penggunaan kini mencakup peningkatan efisiensi pembayaran, peningkatan likuiditas melalui tokenisasi aset, dan pengurangan biaya dalam transaksi lintas batas. Manfaat bisnis yang konkret ini memperkuat keyakinan institusi terhadap adopsi blockchain. Dengan kejelasan regulasi, kematangan pasar, dan penerapan praktis yang bersatu, institusi semakin melihat saat ini sebagai momen yang tepat untuk masuk.
2. Kerangka Kerja untuk Adopsi Blockchain oleh Institusi
Ketika mengevaluasi inisiatif blockchain, institusi harus menghindari melangkah hanya karena hal itu dianggap sesuatu yang “harus dilakukan.” Langkah pertama adalah memvalidasi apakah blockchain benar-benar menjadi langkah penting berikutnya bagi pengembangan bisnis dengan menganalisis use case yang ada. Selanjutnya, institusi harus menilai kapabilitas internal sebelum memilih teknologi blockchain yang sesuai, mengimplementasikannya secara bertahap, dan memperluas integrasi ke seluruh organisasi.
Tabel ini menggambarkan kerangka kerja terstruktur untuk adopsi blockchain oleh institusi. Kerangka lima langkah ini dikembangkan berdasarkan pengalaman konsultasi yang telah terakumulasi bersama perusahaan. Tujuannya adalah meminimalkan risiko dengan memvalidasi setiap tahap secara sistematis.
Tahap 1: Validasi Contoh Bisnis
Bagian paling penting pada tahap pertama adalah menentukan apakah teknologi blockchain benar-benar diperlukan untuk masalah yang dihadapi. Menerapkan blockchain pada kasus yang bisa diselesaikan dengan solusi yang ada hanya akan menambah kompleksitas yang tidak perlu. Institusi harus mendefinisikan tujuan bisnis yang jelas dan mengidentifikasi use case spesifik di mana blockchain memberikan nilai unik.
Pada tahap ini, area bisnis yang paling meyakinkan adalah RWA dan pembayaran. Gaming, program loyalitas pelanggan, serta aplikasi berbasis IP atau merek juga mulai mendapatkan perhatian baru. Dengan menggunakan kasus representatif ini, organisasi dapat menilai seberapa dekat inisiatif yang diusulkan dengan area di mana adopsi blockchain telah terbukti relevan.
Tahap 2: Pengujian Kapabilitas Organisasi
Tahap kedua mencakup penilaian kesiapan organisasi. Institusi harus mengevaluasi apakah tim blockchain khusus dapat dibentuk dan apakah sistem TI yang ada kompatibel dengan integrasi blockchain. Konflik dengan legacy systems merupakan salah satu penyebab utama kegagalan proyek blockchain.
Pengembangan blockchain berbeda secara signifikan dari technology stacks tradisional. Sebagai contoh, pengembangan smart contract membutuhkan Solidity, bahasa pemrograman yang sangat berbeda dari bahasa populer seperti Java atau Python. Selain itu, basis data konvensional memungkinkan administrator untuk mengubah atau menghapus data, sedangkan blockchain berbasis pada prinsip immutability. Setelah transaksi dicatat, transaksi tersebut tidak dapat diubah, dan kesalahan hanya dapat diperbaiki melalui transaksi baru.
Karakteristik ini menjadikan evaluasi pemahaman internal terhadap blockchain sebagai hal yang penting. Bergantung pada keahlian tim dan kebutuhan pelatihan, institusi mungkin perlu mempertimbangkan perekrutan baru atau dukungan pengembangan eksternal.
Tahap 3: Seleksi Blockchain
Pada tahap ketiga, institusi harus memilih blockchain yang paling sesuai dengan kebutuhan bisnis mereka. Dengan banyaknya platform yang tersedia, sering kali sulit untuk mengidentifikasi opsi terbaik. Memilih blockchain sebagai fondasi pembangunan dapat disamakan dengan memilih AWS atau penyedia infrastruktur dasar lainnya. Keputusan yang buruk pada tahap ini dapat menimbulkan biaya migrasi yang besar di kemudian hari.
Institusi harus mempertimbangkan banyak faktor saat memutuskan blockchain mana yang akan digunakan. Lima faktor berikut adalah yang paling mendasar: finality, resources, references, security, dan cost structure.
Finality mengacu pada titik ketika transaksi menjadi tidak dapat dibatalkan. Sementara transactions per second (TPS) mengukur throughput, finality berhubungan dengan waktu penyelesaian, yang merupakan isu terpisah dan sama pentingnya. Struktur pendukung yang lemah juga menjadi risiko. Beberapa foundations mengutamakan desentralisasi tanpa menetapkan akuntabilitas yang jelas ketika masalah muncul. Oleh karena itu, platform dengan komunitas pengembang yang kuat sekaligus dukungan teknis khusus sangatlah penting.
References membangun kepercayaan. Ketika perusahaan Fortune 500 atau institusi keuangan besar menjalankan production workloads pada suatu platform, kredibilitasnya meningkat secara signifikan.
Security perlu dievaluasi dengan meninjau mekanisme konsensus, fitur isolasi kesalahan, serta kepatuhan terhadap standar internasional. Insiden downtime atau security breaches merupakan tanda bahaya, karena peristiwa seperti ini membawa risiko reputasi yang serius bagi institusi.
Terakhir, cost structure harus dinilai lebih dari sekadar biaya transaksi. Platform dengan lonjakan biaya saat congestion menimbulkan pengeluaran operasional yang tidak terprediksi. Institusi harus memperhitungkan total biaya kepemilikan, termasuk pengembangan, operasional, dan kepatuhan.
Pilihan jangka panjang yang paling bijak adalah platform yang memenuhi kelima kriteria ini secara seimbang, sehingga memastikan keandalan operasional dan mengurangi risiko strategis.
Tahap 4: Fase Implementasi
Pada tahap keempat, sistem blockchain mulai diimplementasikan. Prinsip terpenting adalah menghindari pendekatan “big bang” yang mencoba meluncurkan semua fitur sekaligus.
Proses harus dimulai dengan minimum viable product (MVP) yang hanya berisi fungsi inti. Sebagai contoh, dalam membangun sistem manajemen rantai pasok, peluncuran awal dapat berfokus hanya pada pelacakan produk. Setelah fondasi ini diuji, fitur tambahan seperti pembayaran dan manajemen inventaris dapat diperkenalkan secara bertahap.
Setiap fase membutuhkan pengujian ketat. Fitur baru harus diperiksa kompatibilitasnya dengan sistem yang ada, dan potensi kerentanan keamanan harus diatasi sebelum penerapan. Proses iteratif ini meningkatkan stabilitas keseluruhan sistem.
Salah satu penyebab utama kegagalan proyek blockchain adalah mengejar solusi lengkap sejak awal. Dalam praktiknya, kebutuhan pengguna sering kali berbeda dari perkiraan saat tahap perencanaan. Dengan menghadirkan keberhasilan kecil namun nyata, organisasi dapat membangun kepercayaan dan kredibilitas internal. Kepercayaan inilah yang kemudian menjadi dasar untuk memperluas adopsi blockchain di seluruh perusahaan.
Stage 5: Skala dan Integrasi Ekosistem
Tahap terakhir mencakup ekspansi sistem blockchain ke seluruh organisasi dan optimalisasi operasionalnya. Kunci keberhasilan bukan sekadar menambahkan sistem baru, tetapi mengintegrasikannya dengan mulus ke dalam alur kerja yang sudah ada.
Langkah penting adalah sinkronisasi blockchain dengan basis data legacy. Sebagai contoh, dapat dibangun connector sehingga transaksi yang tercatat dalam sistem akuntansi secara otomatis ditulis ke blockchain. Pada saat yang sama, proses bisnis perlu didesain ulang untuk membantu karyawan beradaptasi dengan lingkungan baru.
Setelah keselarasan internal tercapai, mitra eksternal dan pelanggan dapat dibawa masuk ke dalam jaringan. Nilai penuh blockchain baru akan muncul ketika banyak organisasi berpartisipasi. Secara terpisah, blockchain mungkin tidak berbeda jauh dengan basis data tradisional. Namun, seiring meningkatnya partisipasi, transparansi dan kepercayaan tumbuh secara eksponensial.
Tujuan akhir dari adopsi blockchain bukan hanya meningkatkan efisiensi dalam satu perusahaan. Dampak yang lebih luas terletak pada transformasi kolaborasi lintas industri dan penciptaan nilai baru. Hanya ketika transformasi pada level ekosistem ini terjadi, sebuah proyek blockchain dapat dianggap berhasil sepenuhnya.
3. Adopsi Blockchain untuk Institusi : Avalanche
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sebagian besar tahapan dalam blockchain adoption framework bergantung pada kapabilitas internal organisasi, dengan pengecualian pada pemilihan blockchain. Kecuali sebuah institusi memilih untuk membangun blockchain dari nol, mereka akan bergantung pada platform yang sudah ada. Mengembangkan blockchain proprietary membutuhkan waktu bertahun-tahun dan investasi ratusan juta dolar, sehingga sebanding dengan mendirikan bisnis baru secara terpisah.
Karena itu, sebagian besar institusi mengadopsi blockchain yang telah tersedia di pasar. Tantangannya adalah bahwa blockchain berfungsi sebagai infrastruktur dasar, sehingga pilihan platform secara langsung mempengaruhi kelengkapan proyek maupun skalabilitasnya. Memilih platform dengan struktur pendukung yang lemah akan memperlambat pengembangan, sementara menggunakan platform tanpa keamanan yang teruji akan merusak keandalan layanan.
Dari perspektif institusional, mengidentifikasi blockchain yang tepat sangatlah kompleks. Jumlah platform yang tersedia terus berkembang, dengan new chain diluncurkan hampir setiap hari. Melimpahnya pilihan justru membuat keputusan semakin sulit, bukan lebih mudah.
Dalam konteks ini, semakin banyak institusi yang mengadopsi Avalanche. Contoh signifikan meliputi penerbitan public stablecoin oleh Wyoming, inisiatif Toyota Blockchain Lab untuk mencatat data siklus hidup kendaraan dan melakukan tokenisasi kepemilikan, serta pengembangan MapleStory Universe oleh Nexon di Avalanche.
Alasan institusi dari berbagai sektor memilih Avalanche terletak pada diferensiasi strukturalnya. Sebagian besar blockchain memproses seluruh aktivitas dalam satu rantai, yang menyebabkan bottleneck kinerja dan keterbatasan skalabilitas. Avalanche mengatasi keterbatasan ini dengan pendekatan arsitektur yang inovatif.
Analogi sederhana dapat menjelaskan perbedaan ini. Blockchain tradisional berfungsi seperti satu jalan tol di mana semua kendaraan harus melintas. Seiring meningkatnya lalu lintas, kemacetan tidak dapat dihindari. Sebaliknya, Avalanche beroperasi melalui beberapa jalan tol independen secara paralel. Setiap jalan tol memiliki aturan dan sistem pembayaran sendiri serta tidak berbagi jalur atau rest area dengan yang lain. Akibatnya, kemacetan di satu jalan tol tidak mempengaruhi arus lalu lintas di jalan tol lainnya.
Struktur paralel inilah yang membuat Avalanche sering digambarkan sebagai “network of networks.” Avalanche melampaui sekadar menjalankan beberapa independent chains. Setiap rantai dapat dirancang untuk tujuan dan aturan yang berbeda, namun tetap dapat saling terhubung bila diperlukan. Arsitektur ini menyederhanakan infrastruktur blockchain yang kompleks sekaligus memungkinkan institusi beradaptasi secara fleksibel dengan kebutuhan spesifik mereka.
Avalanche dapat dibandingkan dengan sistem transportasi perkotaan besar. Beberapa jalan tol (rantai individu) beroperasi secara independen namun tetap saling terhubung. Setiap institusi dapat menjalankan rantai mereka sendiri sambil tetap berkomunikasi dengan yang lain bila dibutuhkan.
Di pusat sistem ini terdapat Primary Network yang berfungsi sebagai hub utama. Jaringan ini terdiri dari tiga komponen inti:
P-Chain berfungsi seperti departemen perencanaan kota, bertanggung jawab untuk membuat dan mengelola blockchain baru.
C-Chain berperan sebagai jalan tol tersibuk, tempat sebagian besar aplikasi blockchain dijalankan.
X-Chain beroperasi seperti pusat R&D lalu lintas, tempat pembentukan aset baru diuji.
Setiap komponen memiliki spesialisasi dalam domainnya masing-masing, namun tetap terhubung secara organik satu sama lain. Hal ini memungkinkan institusi memanfaatkan hanya fungsi yang mereka perlukan tanpa harus menguasai seluruh kompleksitas teknis di baliknya. Desain arsitektur yang intuitif dan fleksibel ini menjadi salah satu alasan utama banyak institusi memilih Avalanche.
3.1. P-Chain (Platform Chain): Departemen Perencanaan Kota
P-Chain berfungsi sebagai kantor manajemen pusat dalam jaringan Avalanche. Dalam analogi sistem transportasi kota, P-Chain adalah departemen perencanaan yang memberikan izin dan mengawasi pembangunan jalan tol baru. Salah satu alasan institusi mengadopsi Avalanche adalah adanya governance layer yang terstruktur ini.
Peran paling krusial dari P-Chain adalah mengotorisasi dan menciptakan L1 blockchains baru. Ketika sebuah institusi membutuhkan rantai khusus, mereka dapat membangun customized L1 melalui P-Chain. L1 di sini merujuk pada blockchain yang beroperasi secara independen. Dengan demikian, institusi dapat membangun rantai yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan mereka sendiri—mirip dengan otorisasi pembangunan jalan khusus untuk logistik, kendaraan penumpang, atau transportasi publik dalam sebuah kota.
3.2. C-Chain (Contract Chain): Jalan Tol Tersibuk
C-Chain adalah tempat aplikasi blockchain dieksekusi. Dalam analoginya, rantai ini adalah jalan tol tersibuk di kota, tempat arus lalu lintas dan aktivitas komersial berlangsung. Jika P-Chain mengelola otorisasi, maka C-Chain menyediakan eksekusi dan layanan.
Keunggulan utamanya adalah kompatibilitas dengan Ethereum. C-Chain sepenuhnya mendukung Ethereum Virtual Machine (EVM), yang memungkinkan smart contracts yang dikembangkan untuk Ethereum dijalankan tanpa modifikasi. Bagi institusi, kompatibilitas ini mengurangi waktu dan biaya pengembangan, karena solusi berbasis Ethereum yang ada dapat langsung digunakan.
Dalam praktiknya, setiap smart contract yang ditulis dalam Solidity—bahasa pemrograman blockchain yang paling banyak digunakan—dapat beroperasi di C-Chain. Hal ini serupa dengan menyediakan jalan tol baru yang lebih lebar dan cepat, namun tetap mengikuti aturan lalu lintas dan struktur jalur yang sama seperti di Ethereum.
3.3. X-Chain (Exchange Chain): Pusat Riset dan Pengembangan
X-Chain merupakan lingkungan untuk eksperimen dan inovasi dalam Avalanche. Analogi yang digunakan adalah pusat riset dan pengembangan untuk menguji sistem transportasi dan teknologi kendaraan baru. Jika P-Chain menyediakan manajemen dan C-Chain menangani eksekusi, maka X-Chain berfokus pada pengembangan masa depan.
Kemampuan unik X-Chain adalah menciptakan dan menguji smart assets. Tidak seperti mata uang kripto konvensional, aset di X-Chain dapat diprogram dengan aturan kompleks. Contohnya termasuk token yang tidak dapat dipindahkan sebelum tanggal tertentu, atau aset yang hanya dapat digunakan dalam kondisi tertentu.
Fitur ini sangat berharga dalam digitalisasi instrumen keuangan tradisional seperti saham atau obligasi. Institusi yang mengeksplorasi tokenisasi produk keuangan kompleks dapat menggunakan X-Chain untuk merancang dan mengujinya terlebih dahulu.
3.4. ICM (Interchain Messaging): Jaringan Pertukaran Jalan Tol
Potensi penuh Avalanche terwujud ketika rantai-rantainya dapat saling berinteraksi. Hal ini dimungkinkan oleh Interchain Messaging (ICM), yang berfungsi seperti jaringan jalan penghubung yang mengaitkan jalan tol terpisah.
Melalui ICM, blockchain khusus milik sebuah institusi dapat beroperasi sebagai bagian dari sistem terintegrasi yang lebih besar. Misalnya, mata uang digital yang diterbitkan di rantai sebuah bank dapat digunakan langsung di rantai mitra korporasi mereka. Setiap rantai berjalan secara independen, tetapi dapat terhubung dengan mulus bila diperlukan.
Interoperabilitas ini sangat penting karena menciptakan network effects. Ketika institusi baru bergabung ke Avalanche, mereka dapat langsung memanfaatkan infrastruktur dan layanan yang sudah dibangun pihak lain. Sama halnya seperti jalan tol baru yang menjadi segera berguna begitu terhubung ke jaringan jalan yang ada, setiap partisipan tambahan memperkuat ekosistem secara keseluruhan.
4. Keunggulan Avalanche
P-Chain, C-Chain, dan X-Chain membentuk fondasi teknis Avalanche. Namun, bagi institusi, pertanyaan utamanya adalah bagaimana arsitektur ini diterjemahkan menjadi keunggulan nyata. Meskipun tiga rantai pada Primary Network sudah menyediakan landasan teknis yang kuat, institusi memilih Avalanche karena manfaat praktis yang dibangun di atas fondasi tersebut.
Kekuatan utama Avalanche adalah kemampuannya untuk memungkinkan institusi membangun customized blockchains (L1s) yang dioptimalkan sesuai kebutuhan bisnis, sembari tetap memanfaatkan keamanan dan interoperabilitas dari ekosistem Avalanche yang lebih luas. Kombinasi ini menawarkan kemandirian sekaligus konektivitas: institusi dapat merancang fitur khusus tanpa kehilangan kemampuan untuk berinteraksi dengan rantai maupun layanan lain secara mulus.
Di luar fitur desain ini, Avalanche dapat dievaluasi menggunakan lima kriteria utama yang dijelaskan pada Bab 2: finality, resources, references, security, dan cost structure. Pada setiap dimensi tersebut, Avalanche menunjukkan keunggulan spesifik yang selaras dengan kebutuhan institusi. Bagian berikut membahas keunggulan-keunggulan tersebut lebih detail.
4.1. Finality: Penyelesaian Transaksi dalam Dua Detik
Transactions per second (TPS) mencerminkan seberapa banyak transaksi yang dapat diproses secara bersamaan, namun finality menentukan kapan sebuah transaksi menjadi tidak dapat dibatalkan. Avalanche mencapai finality hanya dalam satu blok, atau sekitar dua detik. Menurut Circle API platform, baik transaksi USDC maupun EURC di Avalanche hanya membutuhkan satu konfirmasi—jauh lebih cepat dibanding menit pada sebagian besar rantai lainnya.
*Catatan: Angka-angka mencerminkan standar operasional Circle dan mungkin tidak sepenuhnya mewakili persyaratan fundamental atau keterbatasan tiap jaringan. Sumber: Circle
Avalanche mencapai finalitas dalam satu blok, atau sekitar dua detik. Menurut platform API Circle, transaksi USDC dan EURC di Avalanche hanya memerlukan satu konfirmasi, dibandingkan dengan menit di sebagian besar rantai lainnya.
Dari perspektif bisnis, implikasinya signifikan. Sebuah layanan pembayaran berbasis USDC di Avalanche dapat memberi notifikasi penyelesaian transaksi ke pelanggan hanya dalam dua detik. Pada rantai lain, pedagang mungkin harus membuat pelanggan menunggu beberapa menit di titik transaksi. Hal ini bukan hanya menurunkan pengalaman pengguna, tetapi juga mengurangi throughput, yang secara langsung berdampak pada pendapatan.
4.2. Sumber Daya Pendukung: Dukungan Organisasi yang Terstruktur
Salah satu kekhawatiran terbesar institusi dalam memasuki blockchain adalah ketiadaan dukungan yang dapat diandalkan. Banyak proyek blockchain menekankan desentralisasi tetapi tidak menyediakan entitas pendukung yang jelas. Akibatnya, institusi sering kali tidak dapat mengharapkan tingkat layanan seperti yang biasa mereka peroleh dari penyedia infrastruktur TI tradisional.
Avalanche justru mengambil pendekatan berbeda. Pengembangnya, Ava Labs, mengoperasikan organisasi besar dengan lebih dari 280 staf—jauh lebih besar daripada sebagian besar tim pengembang blockchain lainnya. Hal ini mencerminkan komitmen nyata untuk memberikan dukungan sistematis dan profesional bagi institusi.
Komposisi tenaga kerjanya juga menegaskan fokus strategis tersebut. Hampir setengah stafnya, sekitar 130 orang, adalah developers yang didedikasikan untuk menjaga stabilitas teknis dan perbaikan berkelanjutan. Bagi institusi, ini berarti adanya jaminan bahwa dukungan teknis siap tersedia setiap kali dibutuhkan.
Tim ecosystem growth yang berjumlah sekitar 40 orang bukanlah fungsi penjualan konvensional, melainkan terbagi ke dalam kelompok-kelompok spesialis: Institutions and Capital Markets, Gaming, Consumer, DeFi, dan International. Masing-masing tim memberikan layanan yang disesuaikan dengan keahlian mendalam pada bidangnya masing-masing.
Fungsi marketing dan PR, juga berjumlah sekitar 40 orang, memiliki spesialisasi serupa. Termasuk di dalamnya adalah tim khusus press relations yang menangani komunikasi dengan media besar, memastikan institusi memperoleh dukungan komunikasi yang komprehensif. Ava Labs juga memiliki spesialis di bidang hukum dan kepatuhan, staf human resources, serta fungsi-fungsi korporasi lainnya yang memperkuat keterlibatan institusional.
Diferensiasi utama Ava Labs terletak pada struktur dukungan lokalnya. Di antara mainnet besar, Avalanche adalah satu-satunya yang memiliki markas khusus di Asia, dengan sekitar 15 staf termasuk pimpinan regional. Tim ini mencakup enam pasar: Korea, Jepang, Singapura, Hong Kong, Vietnam, dan Malaysia–Indonesia. Selain Asia, Ava Labs juga menempatkan staf pengembangan bisnis di India, Timur Tengah, Türkiye, kawasan MENA, dan Amerika Latin, memastikan jangkauan global yang menyeluruh.
Inti dari strategi lokalisasi ini adalah pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi regulasi dan lingkungan bisnis masing-masing negara. Pimpinan regional terlibat langsung dengan institusi, menggunakan pengetahuan lokal untuk menjawab kebutuhan spesifik. Seiring dengan berkembangnya proyek, dukungan diberikan oleh tim keuangan institusional dan marketing di pusat, yang menggabungkan keahlian global dengan eksekusi lokal.
Bagi institusi, struktur dukungan ini mengubah Avalanche dari sekadar platform teknis menjadi mitra terpercaya yang mampu menyediakan standar global sekaligus solusi spesifik sesuai pasar.
4.3. Referensi: Kepercayaan yang Terbukti Melalui Adopsi
Saat mengevaluasi platform blockchain, institusi sering kali menanyakan hal sederhana: “Platform mana yang digunakan institusi lain?” Bagi korporasi dan regulator, keandalan yang telah terbukti dalam operasi nyata lebih penting daripada sekadar metrik performa teoritis. Pada praktiknya, kepercayaan adalah segalanya.
Avalanche telah memperoleh kepercayaan tersebut melalui persetujuan di tingkat pemerintah. Di Singapura, Monetary Authority of Singapore (MAS) menyetujui sistem pembayaran lintas negara yang dikembangkan oleh StraitsX bersama Grab dan Alipay. Sistem ini menggunakan stablecoin XSGD dan sudah terintegrasi dalam layanan konsumen harian. Persetujuan regulator setelah proses peninjauan ketat menunjukkan bahwa Avalanche memenuhi standar institusional terkait kematangan teknis dan keamanan.
Di Amerika Serikat, validasi terjadi pada level yang lebih tinggi. Negara bagian Wyoming memilih Avalanche sebagai platform pengembangan untuk public stablecoin FRTN. Setelah melalui uji coba, Avalanche dikonfirmasi sebagai jaringan final untuk penerbitan. Dipilih sebagai infrastruktur untuk mata uang digital yang didukung negara merupakan salah satu sinyal kredibilitas terkuat.
Korporasi juga menunjukkan kepercayaan serupa. Nexon meluncurkan MapleStory Universe (MSU) pada rantai Avalanche khusus. Ini bukan sekadar eksperimen terbatas, melainkan integrasi penuh dari IP game besar dengan puluhan juta pengguna. Keberhasilan proyek tersebut membutuhkan transaction throughput tinggi serta stabilitas layanan yang andal. Pilihan Nexon untuk menggunakan Avalanche dalam proyek kritis ini merupakan bentuk pengakuan langsung atas keandalan teknisnya.
Dari semua contoh tersebut, tema umumnya jelas: Avalanche telah melewati tinjauan regulasi yang ketat, digunakan dalam layanan komersial nyata, dan diadopsi oleh korporasi besar untuk bisnis inti mereka. Preseden ini menciptakan sinyal kuat yang meningkatkan kepercayaan bagi institusi berikutnya yang akan mengadopsinya.
Akhirnya, institusi memilih Avalanche bukan hanya karena keunggulan teoritis, tetapi juga karena kepercayaan yang sudah terbukti di lapangan. Stabilitas dan keandalannya dalam lingkungan produksi menjadi pondasi bagi adopsi yang semakin meluas.
4.4. Keamanan: Perlindungan Setingkat Institusi
Keamanan tetap menjadi salah satu hambatan utama dalam adopsi blockchain oleh institusi. Satu insiden pelanggaran saja dapat merusak kepercayaan terhadap keseluruhan ekosistem. Risiko dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk network outages, 51% attacks, dan kegagalan kepatuhan regulasi.
1) Pemadaman Jaringan
Risiko operasional yang paling umum adalah network congestion yang menyebabkan gangguan layanan. Pada banyak blockchain, seluruh layanan berbagi satu jaringan, sehingga gangguan pada satu layanan dapat menghentikan sistem secara keseluruhan.
Avalanche menyelesaikan hal ini secara struktural dengan memungkinkan institusi mengoperasikan L1 independen. Misalnya, lonjakan trafik pada L1 gaming tidak akan mempengaruhi rantai milik institusi keuangan. Setiap institusi dapat mendefinisikan gas token dan persyaratan validator mereka sendiri, sehingga tercapai isolasi keamanan penuh.
2) 51% Serangan
Risiko yang lebih serius adalah 51% attack, yaitu ketika seorang penyerang memperoleh kendali mayoritas atas jaringan untuk membalikkan transaksi yang telah dikonfirmasi. Misalnya, penyerang dapat menyetorkan crypto ke dalam bursa, menarik dana dalam bentuk fiat, kemudian membatalkan setoran tersebut untuk melakukan double-spend aset.
Avalanche membuat serangan semacam itu secara struktural tidak mungkin dilakukan melalui permissioned validator sets, di mana pemilik jaringan mengendalikan keanggotaan validator. Penyerang tidak dapat memperoleh kendali mayoritas karena mereka tidak dapat memasukkan validator mereka sendiri ke dalam set yang disetujui. Kendali penuh atas set validator ini secara efektif menghilangkan vektor serangan fundamental tersebut.
3) Resiko Regulasi
Berbeda dengan dua risiko sebelumnya, kepatuhan regulasi adalah tantangan hukum dan kelembagaan. Banyak perusahaan ragu menggunakan public blockchain karena desainnya yang terbuka dan permissionless sering kali bertentangan dengan persyaratan yurisdiksi. Misalnya, jika partisipan ritel individu dapat memvalidasi transaksi atau jika semua orang dapat melihat transfer bank, maka kepatuhan terhadap regulasi keuangan menjadi mustahil. Manajemen kunci juga menimbulkan kekhawatiran, karena kunci institusional membutuhkan standar kustodian yang ketat.
AvaCloud Blockchain-as-a-Service (BaaS) menjawab masalah ini secara langsung. Institusi dapat memilih validator independen dan mengkonfigurasi persyaratan seperti lokasi geografis, prosedur KYC/AML, atau lisensi tertentu. Hal ini memungkinkan mereka mengoperasikan blockchain privat atau semi-privat yang sesuai dengan regulasi nasional, sekaligus tetap memperoleh manfaat dari model keamanan Avalanche.
Selain itu, AvaCloud mengintegrasikan proprietary eERC (Encrypted ERC), sebuah standar token yang mengenkripsi detail transaksi dan informasi partisipan dari akses publik, namun tetap memungkinkan auditor independen mengakses data terenkripsi tersebut melalui akun auditor yang ditunjuk.
Terakhir, AvaCloud menyediakan Wallet-as-a-Service (WaaS) dengan manajemen kunci non-kustodial setingkat institusi. Dengan ini, institusi dapat mempertahankan kendali penuh atas kunci kriptografi mereka, sembari tetap memenuhi standar regulasi.
Secara keseluruhan, lapisan perlindungan ini memberikan tingkat keamanan dan fleksibilitas kepatuhan yang sulit ditandingi oleh platform blockchain lainnya.
4.5. Struktur Inti: Efisiensi yang Unggul
Pertimbangan terakhir dalam adopsi blockchain adalah biaya. Tidak peduli seberapa canggih teknologinya, adopsi akan sulit tercapai bila biayanya terlalu tinggi. Institusi pada khususnya menuntut ROI yang jelas, sehingga kelayakan ekonomi menjadi faktor penting. Avalanche menjawab kebutuhan ini dengan struktur biaya yang efisien.
1) Biaya Transaksi: Kompetitif di Level Sen
Biaya transaksi adalah pengeluaran operasional yang paling langsung. Avalanche menjaga biaya ini tetap jauh lebih rendah dibandingkan pesaing utama. Ketika biaya Ethereum dapat melonjak hingga puluhan dollar per transaksi pada masa congestion, Avalanche umumnya hanya memproses transaksi dengan biaya beberapa sen.
Bagi bisnis nyata, penghematan ini sangat signifikan. Layanan pembayaran atau platform tokenisasi yang memproses puluhan ribu transaksi setiap hari dapat menghemat ratusan ribu dolar per tahun hanya dari biaya transaksi yang lebih rendah.
2) Biaya Operasional : Pengurangan Beban Manajemen dengan AvaCloud
Avalanche juga menawarkan AvaCloud, sebuah layanan mirip AWS yang memungkinkan institusi membangun blockchain khusus dengan no-code deployment. Hal ini mempercepat time-to-market dan mengurangi biaya pengembangan awal.
Yang sama pentingnya, AvaCloud menangani kompleksitas operasional dalam menjalankan blockchain, termasuk manajemen node, upgrades, dan pemantauan 24 jam. Institusi tidak perlu membangun tim operasional internal sendiri, sehingga dapat menghemat biaya besar yang terkait dengan perekrutan staf spesialis dan pembangunan sistem manajemen.
Dengan ini, organisasi dapat fokus pada bisnis inti mereka, sembari tetap mengoperasikan layanan blockchain yang andal. Untuk adopsi berskala besar, AvaCloud juga menawarkan kebijakan harga yang disesuaikan, lebih jauh mengurangi beban biaya. Dengan mengoptimalkan baik biaya awal maupun biaya operasional berkelanjutan, Avalanche memaksimalkan efisiensi biaya sepanjang siklus hidup proyek.
3) Biaya Switching: Memanfaatkan Keahlian dan Alat yang Sudah Ada
Biaya perpindahan (switching costs) yang lebih rendah juga menekan total pengeluaran pengembangan. Faktor kuncinya adalah C-Chain yang sepenuhnya kompatibel dengan Ethereum. Institusi dapat memanfaatkan pengembang Solidity yang sudah ada tanpa perlu melatih ulang atau merekrut spesialis baru.
Organisasi yang sudah beroperasi di blockchain memperoleh manfaat lebih besar lagi. Smart contracts dan alat pengembangan yang dibangun untuk Ethereum dapat dijalankan di C-Chain tanpa modifikasi. Hal ini memungkinkan institusi untuk menggunakan kembali kode yang sudah teruji, mempercepat pengembangan sekaligus menjaga keamanan. Periode migrasi yang lebih singkat dan biaya konversi yang lebih rendah menjadi hasil alami dari kompatibilitas ini.
5. Adopsi Institusi Avalanche
Saat ini, Avalanche merupakan blockchain platform dengan jumlah adopsi institusional terbanyak. Hingga kini telah tercatat lebih dari 100 kasus adopsi, sebuah angka yang memiliki makna lebih dari sekadar skala. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan teknis dan efisiensi biaya Avalanche telah terbukti dalam praktik.
Rekam jejak yang kuat ini secara langsung diterjemahkan menjadi kepercayaan institusi. Dalam berbagai proses seleksi platform terbaru, Avalanche muncul sebagai prioritas utama bagi banyak perusahaan. Adopsi paling menonjol terjadi pada RWA tokenization, namun meluas pula ke berbagai sektor, menegaskan fleksibilitas platform ini.
5.1. RWA
Avalanche telah menjadi platform pilihan bagi institusi keuangan global dalam RWA tokenization karena mampu memenuhi persyaratan ketat dari sektor keuangan tradisional. Institusi yang mengadopsi blockchain harus tetap sepenuhnya patuh pada standar regulasi yang berlaku, dan Avalanche menyediakan fleksibilitas untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Melalui dedicated blockchains, Avalanche memungkinkan institusi mengombinasikan fitur publik dan privat. Sebagai contoh, validator dapat dibatasi untuk mengendalikan akses data, sementara mekanisme whitelisting memastikan hanya pengguna yang memenuhi persyaratan tertentu, seperti menyelesaikan KYC, yang dapat melakukan transaksi.
Dari perspektif fungsional, transaction finality menjadi hal krusial dalam perdagangan aset nyata seperti real estat atau obligasi. Avalanche menyediakan settlement dalam satu hingga dua detik, dengan kapasitas pemrosesan volume tinggi yang sebanding dengan sistem keuangan konvensional.
Efisiensi biaya juga menjadi keunggulan lain. Biaya transaksi tetap rendah dan dapat diprediksi, sehingga memungkinkan institusi berskala besar melakukan tokenisasi dana multimiliar dolar atau aset real estat sambil tetap menjaga kelayakan ekonomi dan keamanan operasional.
Di antara berbagai contoh RWA, salah satu yang paling menonjol adalah tokenisasi dana kesehatan KKR. Didirikan pada tahun 1976, KKR adalah perusahaan investasi global berbasis di Amerika Serikat sekaligus pemain besar dalam industri private equity, dengan aset kelolaan lebih dari USD 500 miliar.
KKR melakukan tokenisasi Healthcare Strategic Growth Fund II pada Avalanche blockchain. Dana ini merupakan private equity vehicle tradisional yang menyediakan growth capital bagi perusahaan-perusahaan kesehatan di Amerika Utara, Eropa, dan Israel. Versi tokenisasi, yang diterbitkan di RWA platform Securitize dengan ticker SKHC, merepresentasikan sebagian dari dana tersebut.
Kasus ini menunjukkan kemampuan Avalanche untuk memenuhi persyaratan regulasi kompleks dari institusi keuangan berskala besar, sekaligus tetap memberikan manfaat tokenisasi. Adopsi Avalanche oleh institusi keuangan tradisional papan atas seperti KKR menegaskan kredibilitas dan utilitas praktis platform ini untuk aplikasi dengan standar institusional (institutional-grade applications).
5.2. Pembayaran dan Remittances
Sistem pembayaran lintas batas tradisional memiliki keterbatasan struktural. Transaksi sering kali memerlukan waktu tiga hingga lima hari untuk diselesaikan karena harus melalui beberapa correspondent banks. Biaya SWIFT yang tinggi serta foreign exchange markups yang tidak transparan membuat penerima sulit mengetahui jumlah akhir yang diterima.
Sistem pembayaran berbasis blockchain semakin dipandang sebagai solusi, namun agar berhasil harus memenuhi tiga syarat utama: fast settlement, biaya rendah yang dapat diprediksi, serta kepatuhan penuh terhadap regulasi. Avalanche memenuhi ketiganya.
Avalanche memangkas waktu settlement menjadi hanya dua detik, sehingga proses seperti payroll atau trade settlement dapat berlangsung hampir seketika, membebaskan modal secara langsung. Karena transaksi mencapai irreversible finality dengan risiko reorganisasi minimal, penerima dapat menggunakan dana segera setelah transfer dilakukan.
Efisiensi biaya sama pentingnya. Avalanche menawarkan struktur biaya lebih dari 90 persen lebih murah dibandingkan transfer bank konvensional. Keunggulan ini sangat signifikan untuk transaksi kecil berulang dengan frekuensi tinggi, seperti pembayaran gaji global, pembayaran freelancer, atau perdagangan lintas batas yang bersifat rutin.
Faktor penentu dalam penerapan nyata tetaplah kepatuhan regulasi. Keunggulan Avalanche adalah kemampuannya membangun customized blockchains yang mengintegrasikan persyaratan kepatuhan. Institusi dapat mengonfigurasi validator agar beroperasi dalam yurisdiksi tertentu atau membatasi transaksi hanya pada pengguna yang telah menyelesaikan KYC. Dengan demikian, aturan regulasi terkait foreign exchange, anti-money laundering, dan pelaporan pajak dapat diterapkan secara otomatis. Hasilnya adalah berkurangnya beban kepatuhan sekaligus memastikan kepatuhan terhadap standar yurisdiksi.
Salah satu contoh menonjol adalah kolaborasi StraitsX dengan Alipay+ dan GrabPay. Pada November 2024, mereka meluncurkan sistem pembayaran lintas batas berbasis Avalanche di Singapura. Turis asing dapat membayar di merchant GrabPay menggunakan aplikasi pembayaran domestik mereka, sementara merchant langsung menerima penyelesaian dalam stablecoin XSGD milik StraitsX. Hal ini menghapus penundaan panjang settlement pada sistem tradisional dan menghadirkan model pembayaran real-time.
Avalanche memegang peranan sentral dalam model ini berkat kecepatan settlement tinggi, biaya rendah, serta kompatibilitas dengan blockchain lain. Dengan finality di bawah dua detik dan kompatibilitas penuh dengan EVM, Avalanche dioptimalkan untuk pembayaran real-time dan integrasi dengan sistem yang sudah ada. Hal ini menjadikannya contoh representatif atas kelayakan Avalanche di sektor payments dan remittances.
5.3. Gaming
Platform blockchain generasi awal menghadapi keterbatasan kritis dalam bidang gaming, termasuk kecepatan pemrosesan yang lambat, biaya tinggi, dan lingkungan pengembangan yang kompleks. Dalam permainan, di mana interaksi real-time sangat penting, keterlambatan beberapa detik saja dapat merusak pengalaman pengguna. Avalanche mengatasi hambatan ini dengan fitur yang dirancang khusus untuk kebutuhan gaming.
Finality cepat Avalanche memenuhi kebutuhan inti industri. Saat pemain membeli item atau mengaktifkan kemampuan, transaksi langsung tercatat. Dalam turnamen atau permainan kompetitif, transaksi diproses hampir seketika, menghilangkan ketidakadilan akibat latency. Instant settlement juga mencegah aktivitas penipuan seperti post-payment reversals.
Struktur multi-chain memungkinkan setiap gim berjalan di blockchain tersendiri. Bahkan jika terjadi lonjakan lalu lintas pada gim populer atau perilisan NFT besar, gim lain tetap tidak terpengaruh. Desain ini memungkinkan pengembang fokus pada gameplay tanpa khawatir terhadap kemacetan jaringan. Interchain Messaging (ICM) juga menghubungkan gim-gim di berbagai blockchain, memungkinkan pertukaran item ter-tokenisasi secara bebas dan mendukung konsep seperti metaverse serta cross-game economies.
Pengembang juga dapat menyesuaikan parameter blockchain sesuai genre gim. Pengaturan throughput tinggi sesuai untuk action games, sementara konfigurasi yang menitikberatkan stabilitas lebih cocok untuk strategy games. Model biaya independen menjaga biaya transaksi tetap dapat diprediksi, tidak terpengaruh fluktuasi harga mainnet. Gim bahkan dapat merancang token mereka sendiri untuk biaya transaksi, staking, atau mekanisme hadiah, memberikan insentif tambahan bagi pemain sekaligus memperkuat ekonomi dalam gim.
Melalui ICM, banyak gim dapat berbagi likuiditas dan aset, membentuk ekonomi terintegrasi. Dengan tautan eksternal ke layanan keuangan dan penyedia data, pengembang juga dapat menggabungkan fungsi DeFi tingkat lanjut. Hasilnya adalah ekosistem yang melampaui judul individual untuk menciptakan ekonomi gaming berbasis blockchain yang lebih luas.
Dari berbagai proyek gaming di Avalanche, MapleStory Universe oleh Nexon adalah yang paling menonjol. Mengingat MapleStory telah menjadi salah satu flagship IP Nexon selama lebih dari dua dekade, keputusan untuk mengadaptasinya menjadi gim berbasis blockchain mencerminkan langkah strategis yang matang.
Dalam MapleStory Universe, NFT dan native tokens menopang ekonomi gim. Pemain memburu monster dan menyelesaikan misi untuk memperoleh item, yang kemudian tercatat sebagai aset on-chain. Item ini dapat dikonversi menjadi token atau diperdagangkan di P2P marketplace. Gim ini juga mendukung user-generated content, memungkinkan pemain membangun dunia dan memperoleh imbalan.
Desain ekonomi mencerminkan ekonomi gim tradisional, dengan integrasi blockchain yang ditempatkan di latar belakang agar imersi tetap terjaga. Pendekatan “gameplay-first” ini membutuhkan infrastruktur blockchain berperforma tinggi tanpa mengganggu pengalaman pemain.
Pasca peluncuran, jumlah transaksi harian Avalanche sempat melampaui satu juta pada dua kesempatan, dengan transaksi terkait MapleStory saja mencapai lebih dari 850.000. Kasus ini secara empiris membuktikan bahwa Avalanche mampu mendukung mainstream gaming tanpa mengorbankan pengalaman pemain, sekaligus memungkinkan kepemilikan aset digital sejati dan ekonomi berkelanjutan yang digerakkan oleh pemain.
5.4. Kosumen
Layanan konsumen tradisional seperti program loyalitas dan penawaran berbasis IP menghadapi tantangan skalabilitas. Setiap merek sering kali mengoperasikan sistemnya sendiri, yang menghasilkan interoperabilitas terbatas. Tidak semua layanan konsumen membutuhkan blockchain, namun nilai nyata blockchain dalam layanan konsumen terletak pada dua area: peningkatan pengalaman pengguna dan kemungkinan bentuk baru pengumpulan data.
Blockchain memberikan manfaat nyata di mana transfer poin lintas merek diperlukan, atau ketika bukti kepemilikan serta keaslian produk menjadi krusial—misalnya untuk barang edisi terbatas. Dalam kasus tersebut, blockchain meningkatkan transparansi dan memberikan pengalaman yang lebih baik kepada pengguna.
Dari sisi data, blockchain memungkinkan pengumpulan bentuk informasi baru. Siklus hidup produk dapat dicatat, melacak barang dari produksi hingga konsumsi. Bagi perusahaan, ini menciptakan peluang untuk menangkap data perilaku pelanggan yang sebelumnya tidak dapat diakses.
Namun, sebagian besar program loyalitas berbasis blockchain selama ini cenderung rumit, dengan waktu transaksi lambat dan alur pengguna yang kompleks. Avalanche mengatasi hambatan ini dengan fast finality, memberikan pengalaman pengguna yang sebanding dengan layanan Web2.
Contoh Suntory Bowmore menggambarkan bagaimana pendekatan ini diterapkan secara nyata. Di pasar whisky premium, perusahaan menghadapi dua tantangan: meningkatnya pemalsuan dan kesulitan dalam pembuktian kepemilikan. Untuk produk bernilai tinggi seperti Bowmore berusia 30 tahun, masalah keaslian dapat merusak nilai merek.
Untuk mengatasinya, Suntory menerapkan sistem autentikasi berbasis NFT di Avalanche. Setiap botol dikaitkan dengan NFT unik yang berfungsi sebagai sertifikat kepemilikan digital, terlindungi dari pemalsuan. NFC tag yang ditempel pada botol menjadi mekanisme utama: setelah botol dibuka, tag akan robek dan secara otomatis menerbitkan “consumption NFT.” Hal ini menghubungkan produk fisik dengan aset digital secara langsung.
Bagi Suntory, manfaatnya juga mencakup pengumpulan data. Sebelumnya, perusahaan hanya dapat mengakses data penjualan. Kini, mereka dapat melacak siapa yang membeli botol, kapan dibuka, dan bagaimana dikonsumsi. Data siklus hidup end-to-end ini memberikan wawasan konsumen yang jarang dan bernilai tinggi bagi industri minuman.
Dari sisi pelanggan, sistem ini tetap sederhana. Pengguna tidak memerlukan crypto wallet; mereka cukup masuk dengan email dan memindai NFC tag menggunakan ponsel pintar untuk menerima NFT. Fast settlement Avalanche memastikan prosesnya terasa identik dengan pengalaman e-commerce konvensional.
Hasilnya, Suntory berhasil mencapai tiga tujuan tanpa membebani pelanggan dengan kompleksitas teknis: mencegah pemalsuan, memverifikasi kepemilikan, dan mengumpulkan data konsumen baru. Kasus ini menunjukkan bagaimana blockchain digunakan bukan sekadar sebagai teknologi vitrin, tetapi sebagai alat praktis untuk menyelesaikan masalah bisnis.
6.Bagaimana Institusi Membangun Dedicated Chains (L1) di Avalanche
Fakta yang mencolok adalah bahwa sebagian besar institusi yang menggunakan Avalanche membangun rantai mereka melalui AvaCloud, layanan no-code blockchain yang diluncurkan pada 2023 dan kerap disebut sebagai “AWS of blockchain.” Dengan hanya beberapa klik di browser, institusi dapat meluncurkan L1 blockchain mereka sendiri. Tidak diperlukan insinyur blockchain khusus, dan tidak ada infrastruktur server internal yang perlu dikelola—semuanya ditangani oleh AvaCloud.
Dengan model langganan bulanan, AvaCloud mengurangi biaya awal dan membuat penerapan blockchain dapat diakses, sama seperti komputasi awan (cloud computing) merevolusi infrastruktur TI.
Perusahaan seperti FIFA, SK Planet, dan Suntory memilih AvaCloud karena alasan ini. Fokus mereka bukan pada teknologi blockchain itu sendiri, melainkan pada pemecahan tantangan bisnis. AvaCloud memberikan solusi yang selaras dengan prioritas tersebut.
Akibatnya, AvaCloud telah menggeser paradigma adopsi blockchain: pertanyaan kini bergeser dari “Bagaimana kita membangun blockchain?” menjadi “Apa yang kita bangun dengan blockchain?” Hal ini mencerminkan evolusi blockchain dari domain khusus teknis menjadi alat praktis bagi perusahaan arus utama.
Dari konsultasi ahli dan konfigurasi no-code, hingga one-click testnet dan peluncuran mainnet, keseluruhan proses dapat diselesaikan dalam hitungan minggu. Apa yang sebelumnya memerlukan waktu bertahun-tahun dan investasi modal besar kini dapat dicapai dengan model langganan yang sebanding dengan AWS.
Bagi institusi yang mempertimbangkan blockchain, adopsi Avalanche tidak pernah semudah ini. Dengan hasil bisnis yang terbukti dan rekam jejak kepercayaan yang terus bertumbuh, Avalanche menawarkan lingkungan yang secara unik sesuai untuk adopsi institusional.
Pandangan Strategis Para Pemimpin
Disclaimer
Laporan ini sebagian didanai oleh Avalanche (Ava Labs). Laporan ini diproduksi secara independen oleh tim peneliti kami dengan menggunakan sumber-sumber yang kredibel. Temuan, rekomendasi, dan opini yang disajikan didasarkan pada informasi yang tersedia pada saat publikasi dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan. Kami tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari penggunaan laporan ini atau isinya, serta tidak menjamin keakuratan maupun kelengkapannya. Informasi dalam laporan ini dapat berbeda dengan pandangan pihak lain. Laporan ini disusun semata-mata untuk tujuan informasi dan bukan merupakan nasihat hukum, bisnis, investasi, maupun pajak. Referensi terhadap sekuritas atau aset digital hanya bersifat ilustratif dan bukan merupakan nasihat investasi ataupun penawaran. Materi ini tidak ditujukan bagi investor.
Ketentuan Penggunaan
Tiger Research memperbolehkan fair use atas laporan-laporannya. Fair use adalah prinsip yang secara umum mengizinkan penggunaan konten tertentu untuk tujuan kepentingan publik, selama tidak merugikan nilai komersial materi tersebut. Jika penggunaan sesuai dengan tujuan fair use, laporan dapat digunakan tanpa izin sebelumnya. Namun, ketika mengutip laporan Tiger Research, wajib untuk:
Menyebutkan secara jelas “Tiger Research” sebagai sumber.
Menyertakan logo Tiger Research sesuai brand guideline.
Jika materi akan disusun ulang dan dipublikasikan, diperlukan negosiasi terpisah. Penggunaan laporan tanpa izin dapat mengakibatkan tindakan hukum.