Laporan ini ditulis oleh Tiger Research, yang mengkaji perkembangan regulasi Web3 di Asia pada Q1 2025, menyoroti kemajuan di Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, Singapura, Vietnam, dan Thailand, dengan seiring negara-negara ini membangun kerangka struktural untuk adopsi aset kripto.
TL;DR
Pasar utama mendorong Web3 ke dalam keuangan formal: Jepang, Korea, Hong Kong, dan Singapura mempercepat integrasi Web3 melalui reformasi pajak, reklasifikasi aset, dan kerangka perizinan.
Stablecoin dan CBDC berkembang secara paralel: Jepang dan Hong Kong memperluas pasar stablecoin sektor swasta, sementara Korea memajukan uji coba CBDC sektor publik.
Pasar berkembang beralih dari kebijakan ke implementasi: Vietnam dan Thailand beralih ke tahap pelaksanaan dengan sandbox, uji coba lintas batas, dan kolaborasi dengan perusahaan global.
1. Sambut Gelombang Web3 dari Asia
Pada kuartal pertama tahun 2025, pasar Web3 Asia terus berkembang. Sementara pasar Barat masih terfokus pada ketidakpastian politik dan regulasi, pemerintah di seluruh Asia mengambil langkah konkret ke depan. Di hampir seluruh wilayah, otoritas memperkenalkan undang-undang baru, mengeluarkan lisensi, meluncurkan sandbox, dan memperluas kerjasama lintas batas.
Perkembangan utama termasuk reformasi pajak dan perubahan klasifikasi token di Jepang, Korea Selatan mulai secara hati-hati memperluas akses korporasi mereka, Hong Kong mempercepat proses perizinannya, dan Singapura terus memperkuat perannya dalam koordinasi regional.
Asia tidak sedang mengejar siklus kripto. Asia sedang membangun fondasi untuk babak berikutnya dalam keuangan digital, yang ramah terhadap institusi, selaras dengan kebijakan, dan semakin interoperable lintas batas. Laporan ini menawarkan analisis tingkat negara terhadap pembaruan utama pada Q1 2025, dengan wawasan bagi bisnis dan pengembang yang menavigasi lanskap Web3 Asia yang terus berkembang.
2. Langkah Tenang dan Berani Penuh Ketepatan ala Jepang
Strategi Web3 Jepang mencerminkan pola ketepatan yang tenang — kemajuan yang bertahap namun secara sengaja dipimpin oleh lembaga keuangan. Baru-baru ini, pemerintah mulai mengambil peran yang lebih aktif dengan membuka pasar dan memajukan kerangka regulasi.
Pada kuartal pertama tahun 2025, Jepang memperluas perannya ke panggung internasional. Asia Web3 Alliance mengajukan proposal kepada Crypto Task Force SEC AS, yang menyerukan kerjasama lebih dalam antara AS dan Jepang mengenai klasifikasi token dan standar regulasi lintas batas.
Meskipun langkah-langkah ini bersifat inkremental, langkah tersebut menunjukkan niat Jepang untuk ikut serta dalam membentuk tata kelola Web3 global. Tujuannya tidak hanya untuk memperjelas kebijakan domestik, tetapi juga untuk berkontribusi pada pengembangan norma regulasi internasional.
2.1. Reformasi Pajak: Tarif Lebih Rendah, Penundaan Pajak, Kejelasan Hukum
Pada Q1 2025, Jepang mengambil langkah untuk memperbaiki lingkungan regulasi bagi sektor Web3-nya. Partai Liberal Demokrat yang berkuasa mengusulkan revisi terhadap rezim pajak kripto, termasuk tarif pajak penghasilan tetap 20% untuk menggantikan tarif progresif yang ada, yang bisa mencapai hingga 55%. Usulan ini juga memperkenalkan penundaan pajak pada transaksi kripto-ke-kripto — seperti menukar Bitcoin dengan Ethereum — sampai aset tersebut dikonversi menjadi mata uang fiat.
Inisiatif ini bertujuan untuk mengurangi kompleksitas pajak dan menetapkan kerangka yang lebih jelas bagi investor dan bisnis. Meskipun tarif 20% merupakan langkah maju, tarif tersebut tetap kurang kompetitif dibandingkan dengan yurisdiksi seperti Korea Selatan, di mana pajak atas keuntungan modal dari aset kripto saat ini dibebaskan. Namun, fokus Jepang pada kepastian hukum dapat menarik perusahaan yang lebih memprioritaskan kepastian regulasi daripada beban pajak yang lebih rendah.
2.2. Klasifikasi Regulasi: Sundul Kripto ke Dalam Keuangan Tradisional
Di sisi regulasi, Otoritas Jasa Keuangan (FSA) Jepang mengumumkan rencana untuk mengklasifikasikan kripto sebagai instrumen keuangan pada tahun 2026. Mungkin terdengar teknis, namun ini adalah pergeseran yang berarti, dimana kripto dibawa ke dalam kerangka hukum yang sama dengan sekuritas tradisional, dengan aturan tentang perdagangan orang dalam dan perlindungan investor.
Ini menunjukkan niat Jepang untuk memposisikan aset digital dalam sistem keuangan formal, bukannya memperlakukannya sebagai aset spekulatif di luar ranah regulasi. Bagi peserta institusional, pergeseran ini memperkenalkan standar hukum yang lebih jelas dan kredibilitas yang lebih tinggi. Namun, bagi tim yang lebih kecil dan pengembang DeFi, pengawasan yang meningkat mungkin memperkenalkan batasan operasional. Tantangannya terletak pada penyelarasan dengan harapan regulasi yang terus berkembang sementara inovasi di sektor ini terus melampaui pengembangan kebijakan.
2.3. Momentum Stablecoin: Fase Baru di Pasar Jepang
Jepang juga membuat kemajuan di sektor stablecoin. Dalam langkah infrastruktur penting, Circle bermitra dengan SBI Holdings untuk membawa USDC ke Jepang — menjadikannya stablecoin yang diterbitkan di luar negeri pertama yang beroperasi di bawah undang-undang stablecoin Jepang 2023. Bursa SBI juga menjadi Penyedia Layanan Pertukaran Instrumen Pembayaran Elektronik pertama yang memiliki lisensi dan mendukung stablecoin asing.
Momentum lebih lanjut datang melalui nota kesepahaman yang ditandatangani antara SMBC, Ava Labs, dan beberapa mitra Jepang untuk mengeksplorasi penerbitan stablecoin denominasi yen dan dolar.
Perkembangan ini mencerminkan momentum yang berkembang di sektor stablecoin, di mana lembaga keuangan tradisional mulai memainkan peran yang lebih besar. Secara paralel, proyek domestik seperti Progmat juga mulai mendapatkan daya tarik, yang menunjukkan bahwa Jepang semakin menjadi lingkungan yang kompetitif — meskipun sangat diatur — untuk inovasi stablecoin.
3. Korea Selatan: Sinyal Hati-hati Menuju Pelonggaran Regulasi
3.1. Modal Baru Muncul: Pembukaan Terbatas untuk Investor Institusional
Korea Selatan membuat beberapa langkah hening namun penting di sektor regulasi pada Q1 2025. Salah satu yang paling dinanti adalah pelonggaran larangan perdagangan kripto oleh perusahaan/institusi. Komisi Layanan Keuangan (FSC) mengumumkan bahwa entitas tertentu — seperti lembaga penegak hukum, universitas, dan organisasi nirlaba, kini dapat menjual kepemilikan kripto mereka untuk mengkonversinya menjadi uang tunai. Namun, institusi ini masih menghadapi pembatasan, seperti mereka diperbolehkan untuk menjual aset digital tetapi tidak dapat membelinya. Sehingga, bisa dikatakan ini bukan pembukaan penuh, namun lebih mirip dengan jalan keluar sempit bagi institusi yang memegang kripto dari program atau sumbangan sebelumnya.
Perubahan yang lebih signifikan mungkin akan terjadi pada paruh kedua tahun ini. Program percontohan yang direncanakan akan diluncurkan pada paruh kedua tahun ini akan memungkinkan sekelompok kecil perusahaan yang terdaftar di bursa untuk memperdagangkan aset digital dibawah regulasi pasar modal. Namun, ini pun kemungkinan akan datang dengan batasan yang ketat. Untuk saat ini, ini lebih tentang menciptakan lingkungan yang terkendali daripada menerima adopsi institusional.
3.2. Uji Coba CBDC: Pengujian Dunia Nyata dalam Skala Besar
Pada saat yang sama, Korea juga mengambil langkah besar ke depan dalam strategi CBDC-nya. Pada bulan Maret, Bank of Korea meluncurkan uji coba yang melibatkan 100.000 konsumen dan tujuh bank besar. Uji coba ini bertujuan untuk mensimulasikan skenario pembayaran dunia nyata dan menilai infrastruktur yang dibutuhkan untuk potensi penerapan nasional. Sebagai bagian dari program ini, pengecer seperti 7-Eleven Korea Selatan akan menerima pembayaran CBDC.
Berbeda dengan rekan-rekan regional seperti Jepang, Singapura, dan Hong Kong yang terutama fokus pada pengembangan kerangka stablecoin, Korea Selatan terus memprioritaskan pengembangan CBDC sebagai inisiatif mata uang digital utamanya.
3.3 Pembatasan Platform Ilegal : Sikap Tegas Terhadap Perlindungan Investor
Sementara beberapa pintu mulai terbuka, pintu lainnya tetap tertutup rapat. Pada bulan Maret, regulator Korea memerintahkan Google untuk menghapus 17 aplikasi exchanges kripto tanpa lisensi, termasuk Poloniex, KuCoin, dan MEXC dari Play Store. Langkah ini memperkuat sikap tegas FSC terhadap platform yang tidak sah yang beroperasi tanpa pendaftaran lokal.
Pendekatan ini mencerminkan kebijakan dua jalur yang diterapkan oleh pemerintah Korea: keterbukaan bertahap di bidang seperti partisipasi institusional dan pengembangan CBDC, diikuti dengan sikap tegas yang konsisten terhadap perlindungan investor. Bagi perusahaan Web3, Korea tidak lagi menjadi pasar yang tidak dapat diakses, tetapi jauh dari sepenuhnya terbuka. Peluang tetap ada, tetapi lebih menguntungkan bagi perusahaan yang membangun infrastruktur yang sesuai dengan standar kepatuhan lokal.
4. Hong Kong Percepat Regulasi demi Pasar Institusional
4.1. Dari Peta Jalan ke Realisasi: A-S-P-I-Re Menetapkan Nada
Pada Q1 2025, Hong Kong mempercepat usahanya untuk menjadi pusat kripto terkemuka di Asia melalui inisiatif regulasi dan kolaborasi institusional.
Pada bulan Februari, Komisi Sekuritas dan Berjangka (SFC) meluncurkan peta jalan "A-S-P-I-Re," sebuah kerangka strategis yang bertujuan untuk meningkatkan pasar aset virtual Hong Kong. Peta jalan ini berfokus pada lima pilar utama: Akses, Perlindungan, Produk, Infrastruktur, dan Hubungan. Sebanyak 12 inisiatifnya mencakup rencana untuk membangun rezim lisensi bagi sistem perdagangan over-the-counter (OTC) dan penyedia layanan kustodian, serta konsultasi mengenai izin perdagangan derivatif kripto dan pinjaman margin dalam lingkungan yang teratur.
Pendekatan ini mengikuti prinsip "bisnis yang sama, risiko yang sama, aturan yang sama," yang bertujuan untuk mengintegrasikan perlindungan keuangan tradisional ke dalam sektor aset virtual sambil mempertimbangkan karakteristik uniknya. Ini mencerminkan warisan keuangan jangka panjang Hong Kong dan dapat menempatkan kota ini sebagai salah satu yurisdiksi pertama yang mendukung produk keuangan eksperimental dalam kerangka yang teratur.
4.2. Momentum Lisensi: Exchanges Mulai Beroperasi
Membangun atas kerangka lisensi exchanges ritel yang diperkenalkan pada tahun 2023, SFC telah menyetujui total sepuluh lisensi platform perdagangan aset virtual pada akhir Q1 2025. Misalnya, Bullish HK Markets Limited berhasil mendapatkan lisensi pada Februari 2025, yang memungkinkan perusahaan tersebut untuk beroperasi sebagai platform perdagangan aset virtual di bawah kerangka regulasi Hong Kong.
Dengan lisensi yang kini aktif, kerangka Hong Kong telah melampaui tahap percontohan — ini sudah beroperasi, berfungsi, dan berkembang. Bursa yang mematuhi aturan dapat benar-benar diluncurkan dan beroperasi di bawah buku aturan yang jelas dan dapat ditegakkan. Bagi bisnis Web3, ini membuka pintu tidak hanya untuk go-live, tetapi juga untuk membangun berbagai layanan yang lebih luas. Dengan konsultasi yang sudah berjalan tentang derivatif kripto, pinjaman, dan lainnya, Hong Kong sedang mempersiapkan diri untuk menjadi salah satu dari sedikit tempat di dunia yang menawarkan lingkungan aset digital yang sepenuhnya teratur dari ujung ke ujung.
4.3. Stablecoin Berikutnya: Nama-Nama Besar Turut Gabung Dalam Dinamika
Pada bulan Februari, Standard Chartered Bank Hong Kong, Animoca Brands, dan Hong Kong Telecommunications (HKT) mengumumkan bisnis bersama untuk menerbitkan stablecoin yang didukung oleh dolar Hong Kong, yang masih menunggu persetujuan regulasi. Langkah ini membawa salah satu bank terbesar di dunia bersama dengan salah satu pemain ventura Web3 paling terkemuka — sinyal yang langka namun kuat tentang keselarasan institusional dalam aset digital.
Hong Kong juga sedang memperkuat infrastruktur stablecoin swasta-nya dan melakukan uji coba CBDC melalui Project Ensemble. Pendekatan dua jalur ini mencerminkan strategi komprehensif untuk mengembangkan ekosistem mata uang digital. Dengan melibatkan sektor publik dan swasta, Hong Kong secara aktif mengeksplorasi kelayakan berbagai model mata uang digital.
5. Singapura: Patenkan Struktur Kesampingkan Kecepatan
5.1. Lisensi Institusional: Fokus pada Kesesuaian, Bukan Popularitas
Hex Trust menerima lisensi Institusi Pembayaran Utama (MPI) dari Otoritas Moneter Singapura (MAS), yang memungkinkannya untuk menawarkan layanan transfer kripto lintas batas. Pada waktu yang hampir bersamaan, Cumberland SG, divisi Asia dari perusahaan perdagangan berbasis AS, Cumberland, memperoleh persetujuan prinsip untuk lisensi MPI-nya, menambah daftar pemain institusional yang memperdalam kehadiran mereka di Singapura.
Langkah-langkah lisensi ini bukan tentang volume mereka, namun lebih kepada sinyal. MAS tidak mengejar nama besar atau mengikuti hype; mereka memberi penghargaan kepada perusahaan-perusahaan dengan struktur perusahaan yang bersih, reputasi global, dan kerangka kepatuhan yang ketat. Sementara pasar lain fokus pada momentum ritel atau zona inovasi yang lebih longgar, Singapura sedang membangun peran sebagai jangkar kebijakan di kawasan ini.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa Singapura bukan sedang membangun sandbox untuk inovasi tahap awal, tetapi menciptakan lingkungan untuk operator kelas institusional dalam jangka panjang.
5.2. Diplomasi Regional: Kesepakatan Singapura-Vietnam
Dalam perkembangan internasional yang penting, Singapura dan Vietnam menandatangani legal framework untuk bekerja sama dalam regulasi dan pengawasan aset digital. Kesepakatan ini, yang dipimpin oleh MAS dan Komisi Sekuritas Negara Vietnam, bertujuan untuk mendorong kolaborasi dalam kerangka regulasi, pengawasan, dan standar industri, memperkuat peran Singapura sebagai pemimpin kawasan dalam diplomasi kebijakan kripto.
Bukan hanya diplomasi yang berdasarkan niat baik — Singapura secara aktif mengekspor model regulasinya, dengan bermitra dengan tetangga yang bergerak cepat seperti Vietnam, MAS membantu membentuk ekosistem regional di mana keselarasan regulasi dimulai dari Singapura.
Bagi perusahaan Web3, jenis diplomasi ini sangat penting, dapat diartikan bahwa berada dalam ruang lingkup Singapura tidak secara langsung hanya mengakses ke satu pasar — tetapi kompatibilitas di banyak pasar. Saat pasar ASEAN lainnya bergerak dari eksperimen menuju formalisasi, kepemimpinan kebijakan Singapura secara diam-diam menjadi salah satu ekspor terkuatnya.
5.3. Daya Tarik Global: Robinhood Memilih Singapura
Kejelasan dan kredibilitas Singapura terus menarik pemain global. Pada Q1, platform fintech AS, Robinhood, mengumumkan rencananya untuk meluncurkan layanan kripto di Singapura pada akhir 2025. Didukung oleh akuisisi terbarunya terhadap Bitstamp, langkah ini menyoroti daya tarik Singapura bagi perusahaan global yang ingin meluncurkan di Asia di bawah lingkungan regulasi yang jelas dan terstruktur.
Masuknya Robinhood bukan hanya kemenangan lisensi lainnya, ini mencerminkan tren yang lebih besar. Semakin banyak fintech global yang memilih Singapura sebagai basis regional mereka, menggunakan aturan yang jelas dan pengawasan yang kuat sebagai fondasi untuk pertumbuhan jangka panjang. Dengan aset seperti Bitstamp, mereka semakin menekankan ekspansi yang mengutamakan kepatuhan.
Di masa depan, setiap perusahaan Web3 yang ingin mengincar Asia Tenggara mungkin mengikuti playbook yang sama: mulai di Singapura untuk kejelasan regulasi, lalu meluas ke pasar tetangga saat kerangka regional berkembang.
Sebagai kesimpulan, Singapura tidak berusaha untuk memenangkan perlombaan dengan bergerak cepat, namun mereka berusaha untuk menang dengan membuat aturan. Dalam lanskap regional yang terfragmentasi, pendekatan mereka menjadi tolak ukur: kepercayaan tinggi, risiko rendah, dan transparansi penuh. Itu mungkin tidak menarik setiap start-up, tetapi itulah yang dicari oleh modal serius, institusi, dan pembangun lintas batas.
6. Vietnam Bergerak: Saatnya Kebijakan Jadi Kenyataan
6.1. Kerangka Hukum Mulai Terbentuk
Vietnam mengambil langkah konkret pada Q1 2025 untuk memformalkan kerangka hukum yang komprehensif untuk aset digital. Pada bulan Maret, Direktif No. 27/NQ-CP dari Perdana Menteri Phạm Minh Chính memerintahkan pengembangan regulasi spesifik kripto pada pertengahan tahun, dengan ketentuan yang diharapkan mencakup klasifikasi aset, persyaratan lisensi, kepatuhan AML/KYC, dan mekanisme perlindungan konsumen.
Secara bersamaan, pemerintah juga sedang melanjutkan rencananya untuk mendirikan pusat keuangan khusus, kemungkinan besar di Kota Ho Chi Minh yang akan mencakup sandbox regulasi untuk inovasi fintech dan kripto. Program percontohan untuk bursa terpusat yang berlisensi sudah dimulai, dengan peluncuran yang ditargetkan pada 2026.
Secara historis, Vietnam dikenal dengan adopsi kripto ritel yang kuat, namun beroperasi dalam grey area, dengan inisiatif sebelumnya gagal diterjemahkan ke dalam kerangka yang dapat ditegakkan. Upaya-upaya saat ini menunjukkan pergeseran penting: Vietnam sedang bertransisi dari pengamat pasif menjadi arsitek aktif ekosistem kriptonya. Meskipun kejelasan regulasi penuh mungkin memerlukan waktu 12–18 bulan untuk terwujud, momentum dari atas ke bawah ini menekankan pendekatan yang disengaja dan terstruktur untuk mendorong pasar aset digital yang patuh.
6.2. Sinergi Pemerintah & Industri: Arah Baru Ekosistem Web3
Pada tanggal 27 Maret, Asosiasi Blockchain Vietnam (VBA) menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi yang fokus pada pengawasan bursa terpusat — menandai tonggak penting dalam pengembangan regulasi negara ini. Acara tersebut mengumpulkan perwakilan dari lembaga pemerintah kunci, lebih dari 30 lembaga keuangan, dan operator bursa global termasuk Binance, OKX, dan Bybit.
Diskusi mencakup isu-isu regulasi inti seperti perpajakan, keamanan siber, tata kelola stablecoin, dan kepatuhan FATF. Luas dan dalamnya topik yang dibahas menunjukkan adanya keselarasan yang berkembang antara pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan industri.

Keterlibatan pemerintah ini mencerminkan pergeseran dari pembuatan peraturan pasif menjadi kolaborasi aktif dalam membentuk infrastruktur pasar. Pendekatan ini menekankan niat Vietnam untuk memformalkan peran aset digital dalam sistem keuangannya, dengan transparansi dan kejelasan regulasi sebagai tujuan utama. Meskipun meluncurkan bursa domestik tetap kompleks di tengah persaingan global, dialog yang sedang berlangsung ini membentuk dasar untuk pasar aset digital yang lebih terstruktur dan kompetitif.
6.3. Keterlibatan Keuangan Tradisional: Kemitraan VBA–Dragon Capital

Melalui konferensi tersebut, menandai kemitraan penting antara VBA dan Dragon Capital, manajer aset terkemuka dengan sekitar $6 miliar aset yang dikelola. Kolaborasi ini fokus pada penelitian terkait ETF yang ter-tokenisasi. Dengan Thailand yang semakin maju dalam persetujuan regulasi untuk kripto ETF, kemunculan produk yang teratur di Vietnam tampaknya semakin mungkin.
Meskipun ada kemajuan ini, lingkungan regulasi Vietnam masih belum lengkap. Kerangka komprehensif untuk operasi yang berlisensi dan patuh masih tertunda, dan kemungkinan besar tidak akan selesai sampai undang-undang kripto yang akan datang dan sandbox regulasi diterapkan. Akibatnya, Vietnam mungkin belum cocok untuk meluncurkan operasi yang sepenuhnya teratur.
Namun, pasar ini tetap menarik untuk para developer. Vietnam menawarkan basis pengguna ritel yang kuat, kumpulan bakat pengembang yang berkembang, dan momentum politik yang semakin besar. Faktor-faktor ini menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi tim Web3 untuk fokus pada keterlibatan komunitas, membangun kredibilitas, dan memposisikan diri secara strategis untuk partisipasi jangka panjang di pasar.
7. Thailand: Pembukaan Selektif, Batasan yang Jelas
7.1. Tether dan SEC: Stablecoin Disetujui untuk Perdagangan
Pada kuartal pertama 2025, Komisi Sekuritas dan Bursa Thailand (SEC) menyetujui Tether’s USDT dan Circle’s USDC untuk diperdagangkan di bursa aset digital yang berlisensi, berlaku mulai 16 Maret. Keputusan ini mengikuti konsultasi publik pada bulan Februari, di mana sebagian besar responden mendukung proposal tersebut.
Persetujuan terhadap USDT dan USDC — dua stablecoin terbesar di dunia — merupakan langkah penting dalam strategi Thailand untuk memajukan ekosistem aset digitalnya. Proses ini juga mencerminkan tingkat kerja sama regulasi yang signifikan. Tether berkolaborasi langsung dengan otoritas Thailand untuk memenuhi persyaratan kepatuhan dan berkomitmen untuk meningkatkan layanan mereka bagi pengguna lokal.
Dengan persetujuan resmi ini, bursa kini dapat menawarkan USDT dan USDC sebagai bagian dari layanan mereka, mempercepat penyelesaian transaksi, transaksi lintas batas yang lebih efisien, dan meningkatkan akses fiat untuk aset digital. Keputusan ini juga menjadi salah satu contoh langka di mana penerbit stablecoin global bekerja erat dengan regulator nasional di Asia Tenggara.
Langkah ini bisa menjadi titik referensi bagi penerbit stablecoin lain yang ingin melakukan ekspansi regional dan berkontribusi dalam membangun fondasi regulasi untuk produk aset digital di Thailand di masa depan.
7.2. Sandbox Kripto: Belum jadi Sinyal Final
Pada Februari 2025, pemerintah Thailand mengungkapkan rencananya untuk mendirikan sandbox kripto di Phuket, dengan inisiatif yang dijadwalkan untuk diluncurkan pada Oktober 2025. Sandbox ini bertujuan untuk menyediakan lingkungan yang terkontrol untuk menguji sistem pembayaran aset digital, sekaligus membentuk kerangka kebijakan di masa depan.
Sandbox ini tidak menandakan pergeseran menuju liberalisasi penuh. Sebaliknya, ini menawarkan pengaturan terstruktur untuk eksperimen terbatas. Area awal yang menjadi fokus kemungkinan besar mencakup pembayaran terkait pariwisata, tokenisasi aset, dan penggunaan transaksi lokal.
Dengan persetujuan USDT dan USDC untuk diperdagangkan, sandbox ini menghadirkan kesempatan yang tepat untuk melibatkan penerbit stablecoin global seperti Tether dan Circle. Partisipasi mereka dapat memperkenalkan infrastruktur kelas institusional dan menunjukkan contoh aplikasi praktis untuk pembayaran stablecoin dalam kerangka yang sesuai.
Kolaborasi antara regulator dan penerbit global ini dapat mempercepat pengembangan aplikasi dunia nyata, termasuk pembayaran pariwisata berbasis stablecoin dan sistem penyelesaian untuk pedagang. Dalam konteks ini, sandbox tidak hanya berfungsi sebagai alat kebijakan, tetapi juga sebagai platform strategis untuk inovasi dalam ekosistem Web3 Thailand yang berkembang.
8. Asia dan Web3: Strategis dan Kolaboratif
Lanskap Web3 di Asia tidak ditandai oleh kekacauan, melainkan oleh kemajuan yang disengaja dan bertahap. Meskipun setiap negara bergerak dengan ritme dan pendekatannya masing-masing, arah umum yang ditempuh semakin jelas: menuju kejelasan regulasi yang lebih besar, integrasi institusional yang lebih dalam, dan keselarasan kebijakan jangka panjang.
Bagi perusahaan yang beroperasi di kawasan ini, pesan utamanya tegas yaitu era eksperimen tanpa regulasi sedang berakhir. Keberhasilan di fase berikutnya akan sangat ditentukan oleh kemampuan untuk memenuhi persyaratan kepatuhan, menghadirkan use-case nyata, dan menyesuaikan strategi dengan kondisi pasar lokal.
Pertumbuhan sektor Web3 di Asia ke depan tidak akan didorong oleh celah regulasi, melainkan oleh tim-tim yang mampu beroperasi dalam kerangka kerja formal, menjalin kemitraan institusional, dan melakukan ekspansi secara bertanggung jawab. Jalur menuju keberhasilan kini semakin jelas dan bagi mereka yang siap navigasinya, peluangnya semakin luas.
🐯 Lainnya dari Tiger Research
Telusuri lebih lanjut laporan yang relevan dengan topik ini:
Disclaimer
Laporan ini disusun berdasarkan materi yang diyakini dapat dipercaya. Namun, kami tidak memberikan jaminan secara eksplisit maupun implisit atas keakuratan, kelengkapan, maupun kesesuaian informasi yang disajikan. Kami tidak bertanggung jawab atas kerugian apa pun yang timbul akibat penggunaan laporan ini atau isinya. Kesimpulan dan rekomendasi dalam laporan ini dibuat berdasarkan informasi yang tersedia pada saat penyusunan dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya. Seluruh proyek, estimasi, proyeksi, tujuan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan dalam laporan ini dapat berubah tanpa pemberitahuan dan mungkin berbeda atau bertentangan dengan pendapat pihak lain atau organisasi lainnya.
Dokumen ini disediakan hanya untuk tujuan informasi dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat hukum, bisnis, investasi, atau pajak. Segala referensi terhadap sekuritas atau aset digital bersifat ilustratif dan tidak merupakan rekomendasi investasi atau tawaran untuk memberikan layanan konsultasi investasi. Materi ini tidak ditujukan bagi investor atau calon investor.
Ketentuan Penggunaan
Tiger Research mengizinkan penggunaan wajar atas report yang telah disusun dan diterbitkan. 'Penggunaan wajar' adalah prinsip yang mengizinkan penggunaan sebagian konten untuk kepentingan publik, selama tidak merugikan nilai komersial materi tersebut. Jika penggunaan sesuai dengan prinsip ini, laporan dapat digunakan tanpa memerlukan izin terlebih dahulu. Namun, saat mengutip laporan Tiger Research, Anda diwajibkan untuk:
Menyebutkan dengan jelas 'Tiger Research' sebagai sumber.
Menyertakan logo Tiger Research (hitam/putih).
Jika materi akan disusun ulang dan diterbitkan kembali, diperlukan persetujuan terpisah. Penggunaan laporan tanpa izin dapat mengakibatkan tindakan hukum.