Laporan ini disusun oleh Tiger Research dan menganalisis bagaimana pemilu presiden Korea Selatan pada 3 Juni akan memicu empat perubahan besar di pasar kripto global.
TL;DR
Korea Selatan sebagai Pusat Inti Web3 Global: Dengan volume perdagangan harian mencapai $5,4 miliar dan 9,7 juta pengguna aktif, Korea Selatan menempati posisi pasar kripto terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Tiongkok. Negara ini berfungsi sebagai tolok ukur utama bagi proyek-proyek global yang ingin berekspansi ke kawasan Asia.
Akselerasi Pajak Berpotensi Menekan Volume Perdagangan: Meskipun implementasi pajak aset kripto saat ini ditunda hingga 2027, pemerintahan baru diperkirakan akan mempercepat pelaksanaannya. Berdasarkan preseden internasional, percepatan pajak dapat menurunkan volume perdagangan lebih dari 20%.
Persetujuan ETF Kemungkinan Besar Terjadi; Reformasi Lain Akan Tertunda: Seluruh kandidat utama mendukung pengenalan ETF bitcoin spot, sehingga peluang adopsi awal menjadi semakin besar. Sebaliknya, reformasi regulasi terkait stablecoin KRW dan kebijakan “one exchanges- one bank” diperkirakan menjadi agenda jangka panjang dan akan memerlukan waktu lebih lama untuk direalisasikan.
1. Apakah Pemilu Presiden Korea Selatan Hanya Isu Lokal?
Korea Selatan akan menggelar pemilihan presiden pada 3 Juni mendatang. Meski sekilas tampak sebagai peristiwa politik domestik, dampaknya melampaui batas nasional mengingat pengaruh signifikan negara ini terhadap pasar kripto global.
Secara luas, Korea Selatan dipandang sebagai pasar Web3 terpenting ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan Tiongkok. Posisi ini bukan semata hasil strategi pemasaran. Menurut laporan Komisi Jasa Keuangan Korea (FSC) tahun 2024, volume perdagangan harian aset kripto di Korea mencapai KRW 7,3 triliun (sekitar $5,4 miliar), dengan lebih dari 20 juta akun terdaftar dan 9,7 juta pengguna aktif.
Perilaku investor juga memperkuat posisi ini. Pengguna Korea secara konsisten menunjukkan minat tinggi terhadap altcoin di luar Bitcoin dan Ethereum. Aktivitas on-chain yang kuat menjadikan Korea sebagai indikator penting penerimaan pasar global terhadap proyek-proyek baru.
Bagi banyak proyek global, membangun kehadiran di Korea Selatan telah menjadi langkah strategis untuk memasuki pasar Asia yang lebih luas. Hal ini memberikan bobot lebih terhadap hasil pemilu mendatang, terutama karena isu-isu krusial seperti pajak kripto, regulasi stablecoin KRW, dan persetujuan ETF kripto kini masuk dalam agenda kampanye utama.
Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pemangku kepentingan domestik. Investor global dan operator proyek juga perlu mencermati arah kebijakan pasca pemilu. Baik pelonggaran maupun pengetatan regulasi tetap memungkinkan, dan proyek-proyek dengan basis pengguna besar di Korea akan sangat sensitif terhadap arah kebijakan pemerintahan berikutnya.
2. Apa yang Akan Berubah Setelah Pemilu Presiden Korea Selatan?
2.1. Akhir dari Penundaan Pajak Kripto
Berdasarkan roadmap Komisi Jasa Keuangan (FSC) untuk partisipasi korporasi di pasar aset kripto, entitas perusahaan akan mendapatkan akses bertahap ke aset digital. Pembukaan pasar ini menuntut pembaruan kerangka perpajakan yang sepadan.
Saat ini, penerapan pajak atas aset virtual di Korea Selatan ditunda hingga tahun 2027. Rencana awal adalah memberlakukan pajak sebesar 20% atas keuntungan tahunan yang melebihi sekitar USD 1.850 mulai Januari 2025. Namun, pelaksanaannya ditunda dua tahun.
Poin perdebatan yang makin mencuat adalah kenyataan bahwa baik individu maupun korporasi saat ini menikmati penangguhan pajak meskipun memperoleh penghasilan dari transaksi kripto. Mengacu pada roadmap FSC, perusahaan publik dan institusi investasi profesional terdaftar akan diperbolehkan berinvestasi di aset virtual melalui akun korporasi mulai paruh kedua 2025.
Dengan dinamika ini, kecil kemungkinan penangguhan akan diperpanjang lagi untuk individu maupun korporasi. Pemerintah kemungkinan akan mendorong revisi undang-undang guna mencabut penangguhan dan mempercepat penerapan pajak.
Secara historis, posisi politik terkait penangguhan pajak bervariasi antar partai. Partai Demokrat awalnya mendorong kenaikan ambang batas pajak ketimbang penundaan, meskipun akhirnya mendukung penangguhan. Hasil pemilu dapat mengubah kebijakan kembali ke arah peningkatan batas penghasilan kena pajak alih-alih menunda implementasi.
Jika pajak diberlakukan, penurunan signifikan dalam volume transaksi bursa domestik sangat mungkin terjadi—sesuai dengan preseden global. India, misalnya, setelah menerapkan pajak 30% dan pemotongan 1% di tahun 2022, mengalami penurunan volume transaksi sebesar 10% hingga 70% di platform seperti WazirX dan CoinDCX. Indonesia mencatat penurunan volume hingga 60% YoY setelah memberlakukan pajak tinggi pada 2023.
Meski pajak yang diusulkan Korea tidak seagresif itu, penurunan volume transaksi lokal lebih dari 20% tetap realistis, disertai potensi migrasi modal ke platform luar negeri.
2.2. Pengenalan ETF Kripto
Lee Jae-myung (Partai Demokrat): Pada 6 Mei, menyatakan dukungan terhadap ETF spot kripto melalui Facebook sebagai bagian dari upaya membantu pembentukan aset generasi muda. Ia juga mengusulkan penurunan biaya investasi.
Kim Moon-soo (Partai Kekuatan Rakyat): Pada 27 April, terbuka terhadap investasi institusi publik di pasar kripto dan memasukkan ETF spot kripto dalam 10 janji kampanye intinya.
Lee Jun-seok (Partai Reformasi): Pada 20 Mei, melalui kanal YouTube-nya, mengusulkan agar pemerintah menyimpan Bitcoin sebagai cadangan strategis nasional melalui skema seperti ETF.
Pengenalan ETF spot kripto merupakan satu-satunya proposal yang mendapat konsensus lintas partai dari para kandidat utama, menjadikannya hasil kebijakan jangka pendek yang paling mungkin direalisasikan. Diskusi kebijakan diperkirakan dimulai segera setelah pemilu.
Jika ETF spot diperkenalkan, ini akan memicu kompetisi biaya dengan bursa yang saat ini melayani perdagangan Bitcoin spot, mendorong dinamika pasar yang lebih sehat dan meningkatkan kualitas layanan. Bagi investor ritel, biaya yang lebih rendah dapat menurunkan hambatan masuk dan meningkatkan aksesibilitas.
Dalam jangka panjang, ETF spot juga dapat menjadi katalis inovasi keuangan lebih lanjut, membuka jalan bagi produk baru yang mengintegrasikan kripto dan keuangan tradisional, seperti derivatif, reksa dana indeks, dan instrumen hibrida lainnya.
2.3. Meninjau Kembali Model “Satu Bursa–Satu Bank”
Untuk mengelola risiko anti pencucian uang (AML) di sektor kripto, Korea Selatan menerapkan prinsip tidak tertulis “satu bursa–satu bank.” Artinya, setiap bursa berlisensi hanya boleh bekerja sama dengan satu bank komersial. Misalnya, Upbit bermitra eksklusif dengan K-Bank, sementara Bithumb hanya bekerja sama dengan KB Kookmin Bank.
Model ini berbeda dengan yurisdiksi seperti AS, di mana platform seperti Coinbase terhubung dengan berbagai layanan keuangan termasuk Apple Pay, Google Pay, dan bank-bank besar.
Perdebatan untuk menghapus model ini menguat setelah CEO Woori Bank, Jeong Jin-wan, menyatakan bahwa struktur ini menciptakan risiko sistemik, membatasi pilihan konsumen, dan membebani klien korporasi. Ia mengusulkan model baru: “satu bursa–multi bank.”
Partai Kekuatan Rakyat pada 28 April memasukkan penghapusan model ini dalam “Tujuh Janji Aset Digital.” Partai Demokrat juga meninjau isu ini secara internal, meski kini tampak lebih hati-hati. Otoritas keuangan juga menunjukkan pendekatan konservatif, menjadikan perubahan ini sebagai agenda jangka panjang.
Meski kehati-hatian regulator bisa dimaklumi, mempertahankan struktur saat ini atas dasar kekhawatiran konsentrasi pasar dan risiko AML perlu dievaluasi ulang. Dengan dominasi pasar oleh Upbit dan Bithumb yang sudah mencapai 97%, argumen pencegahan dominasi menjadi kurang relevan. Model multi-bank justru bisa mendorong persaingan dan inovasi layanan.
Terkait risiko AML, fokus utama justru terletak pada transfer ke luar negeri. Dengan penerapan Travel Rule dan infrastruktur kepatuhan yang ditingkatkan, Korea kini memenuhi standar pemantauan internasional yang lebih ketat. Dalam konteks ini, kekhawatiran sistemik dari model multi-bank tampaknya berlebihan.
2.4. Stablecoin Berbasis KRW
Selama ini, Korea Selatan lebih fokus mengembangkan mata uang digital bank sentral (CBDC) ketimbang stablecoin. Bank of Korea saat ini menjalankan proyek percontohan Project Han-Gang untuk menguji sistem pembayaran dan penyelesaian berbasis CBDC. Namun, seiring meningkatnya momentum global untuk stablecoin, permintaan domestik atas stablecoin KRW pun menguat.
Lee Jae-myung:
Lee Jun-seok:
18 Mei: Meragukan kelayakan usulan Lee, terutama terkait ketidakjelasan langkah AML dalam penerbitan stablecoin.
Kim Moon-soo:
28 April: Menyertakan kerangka regulasi stablecoin dalam “Tujuh Janji Aset Digital.”
Debat capres pada 18 Mei membawa isu stablecoin ke ranah diskusi politik arus utama. Meski ada dukungan arah, belum ada detail kebijakan konkret, terutama dalam mitigasi risiko dan kepatuhan.
Untuk saat ini, proposal stablecoin KRW masih bersifat aspiratif dan belum siap diterapkan segera pasca pemilu. Namun, mengikuti tren regional di Singapura dan Hong Kong yang aktif mengembangkan stablecoin lokal, Korea Selatan akan menghadapi tekanan untuk segera menyusul agar tetap kompetitif sebagai pusat keuangan.
Kemajuan berarti membutuhkan fondasi hukum dan regulasi yang solid. Isu kunci meliputi identifikasi penerbit yang memenuhi syarat, transparansi cadangan, protokol AML, dan hubungan antara stablecoin dan inisiatif CBDC. Dengan kompleksitas ini, pengembangan kebijakan kemungkinan besar berlangsung bertahap dalam jangka menengah hingga panjang.
3. Bertahap Namun Tak Terelakkan: Perubahan di Atas Awan
Meskipun perubahan kebijakan yang dibahas memiliki dampak besar bagi industri, realisasinya dalam waktu dekat masih kecil kemungkinannya. Dari seluruh kandidat presiden utama, hanya Kim Moon-soo yang secara eksplisit memasukkan isu-isu terkait Web3 ke dalam sepuluh janji kampanye utamanya. Ini mengindikasikan bahwa, walaupun relevan bagi industri, isu Web3 saat ini belum menjadi prioritas dalam agenda kebijakan nasional yang lebih luas.
Akibatnya, perubahan regulasi diperkirakan akan berlangsung secara bertahap, bersamaan dengan pembahasan isu-isu kebijakan lain yang lebih mendesak. Namun demikian, arah perubahannya jelas: transformasi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.
Implementasi pajak aset kripto, seperti yang telah dibahas sebelumnya, merupakan langkah yang pada akhirnya tidak dapat dielakkan. Selain itu, pembahasan legislatif mengenai Security Token Offering (STO) juga diperkirakan akan kembali dimulai. Bagi investor dan pelaku pasar, perkembangan ini tidak boleh dianggap remeh. Para pemangku kepentingan perlu mulai mempersiapkan diri menghadapi lanskap kebijakan yang akan semakin mengarah pada formalisasi dan kepatuhan regulatif. Adaptasi awal terhadap kerangka hukum yang lebih ketat dapat menjadi keunggulan kompetitif dalam ekosistem kripto yang kian dewasa.
🐯 Lainnya dari Tiger Research
Telusuri lebih lanjut laporan yang relevan dengan topik ini:
Disclaimer
Laporan ini disusun berdasarkan materi yang diyakini dapat dipercaya. Namun, kami tidak memberikan jaminan secara eksplisit maupun implisit atas keakuratan, kelengkapan, maupun kesesuaian informasi yang disajikan. Kami tidak bertanggung jawab atas kerugian apa pun yang timbul akibat penggunaan laporan ini atau isinya. Kesimpulan dan rekomendasi dalam laporan ini dibuat berdasarkan informasi yang tersedia pada saat penyusunan dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya. Seluruh proyek, estimasi, proyeksi, tujuan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan dalam laporan ini dapat berubah tanpa pemberitahuan dan mungkin berbeda atau bertentangan dengan pendapat pihak lain atau organisasi lainnya.
Dokumen ini disediakan hanya untuk tujuan informasi dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat hukum, bisnis, investasi, atau pajak. Segala referensi terhadap sekuritas atau aset digital bersifat ilustratif dan tidak merupakan rekomendasi investasi atau tawaran untuk memberikan layanan konsultasi investasi. Materi ini tidak ditujukan bagi investor atau calon investor.
Ketentuan Penggunaan
Tiger Research mengizinkan penggunaan wajar atas report yang telah disusun dan diterbitkan. 'Penggunaan wajar' adalah prinsip yang mengizinkan penggunaan sebagian konten untuk kepentingan publik, selama tidak merugikan nilai komersial materi tersebut. Jika penggunaan sesuai dengan prinsip ini, laporan dapat digunakan tanpa memerlukan izin terlebih dahulu. Namun, saat mengutip laporan Tiger Research, Anda diwajibkan untuk:
Menyebutkan dengan jelas 'Tiger Research' sebagai sumber.
Menyertakan logo Tiger Research (hitam/putih).
Jika materi akan disusun ulang dan diterbitkan kembali, diperlukan persetujuan terpisah. Penggunaan laporan tanpa izin dapat mengakibatkan tindakan hukum.