Tiger Research Reports
🇮🇩 Bahasa
Local-Chain Asia Tenggara Tumbuh dengan Caranya Sendiri
0:00
-8:38

Local-Chain Asia Tenggara Tumbuh dengan Caranya Sendiri

Bagaimana Chain Regional Bertahan dari Gempuran Raksasa Global

Laporan ini disusun oleh Tiger Research, menganalisis bagaimana negara-negara di Asia Tenggara mengembangkan solusi blockchain lokal yang disesuaikan dengan konteks regulasi dan ekonomi masing-masing.


TL;DR

  • Asia Tenggara secara aktif membangun chain lokal yang mencerminkan regulasi, bahasa, dan karakter budaya tiap negara. Berbeda dengan jaringan global Layer-1 seperti Ethereum dan Solana, chain lokal dirancang untuk kebutuhan spesifik. Fokus utama mereka adalah kompatibilitas dengan kebijakan pemerintah, integrasi dengan infrastruktur keuangan domestik, dan pemenuhan ketentuan regulasi.

  • Chain lokal di kawasan ini umumnya terbagi menjadi tiga jenis: Chain yang didukung pemerintah, lahir dari inisiatif dan kebijakan nasional. Chain yang dipimpin korporasi, dibentuk untuk menjawab kebutuhan pasar secara langsung. Chain dependen, yang berjalan di atas infrastruktur global tanpa membangun sistem lokal sendiri. Ketiganya berbeda dalam hal kepemimpinan pengembangan, arah strategis, dan relasi dengan institusi formal.

  • Chain yang paling sesuai dengan kondisi lokal memiliki keunggulan kompetitif. Mereka lebih cocok dengan struktur institusional setempat, bahkan jika secara teknis tidak lebih unggul dari jaringan global. Kesesuaian dengan kebutuhan riil menjadi nilai utama. Tren ini diperkirakan akan terus menguat.


🇰🇷 한국어로 읽기 →


1. Pendahuluan

Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah dengan konsentrasi pengguna Web3 tertinggi di dunia. Negara seperti Vietnam, Thailand, dan Filipina secara konsisten menempati peringkat atas dalam indeks adopsi kripto global. Saat ini, negara-negara tersebut mulai membentuk proyek blockchain lokal yang berkembang pesat berkat komunitas pengguna yang aktif.

Proyek-proyek ini tumbuh dari konteks lokal—baik dari sisi regulasi, bahasa, maupun budaya. Mereka menghadirkan pengalaman yang disesuaikan dan sulit ditiru oleh jaringan global. Tim pengembang lokal menciptakan solusi Web3 yang lebih dapat diakses dan relevan untuk pengguna di wilayahnya.

Laporan ini mengulas kemunculan blockchain lokal tersebut. Kami menganalisis bagaimana mereka membentuk ceruk pasar dan bersaing di tengah lanskap Web3 global yang sangat kompetitif.


Telusuri ekosistem Web3 Asia bersama Tiger Research. Telah lebih dari 10.000 pionir yang bergabung untuk dapatkan wawasan eksklusif dan terkini mengenai kondisi pasar.


2. Lingkungan Infrastruktur Asia Tenggara Berkembang dengan Cara yang Berbeda-Beda

SEA sering dipandang sebagai satu pasar regional yang homogen. Namun dalam pengembangan infrastruktur blockchain, perbedaan antar negara terlihat jelas. Pemerintah, institusi keuangan, dan start-up di tiap negara membangun blockchain Layer-1 dengan jalur berbeda, tergantung pada tantangan institusional dan prioritas kebijakan masing-masing.

‘Chain lokal’ yang muncul di kawasan ini berbeda secara fundamental dari jaringan global seperti Ethereum atau Solana. Chain global berfokus pada versatilitas dan skalabilitas, membangun infrastruktur publik yang bisa digunakan di mana saja. Sebaliknya, chain lokal dirancang khusus untuk negara tertentu—dengan mempertimbangkan sistem hukum lokal, kerangka keuangan domestik, dan kondisi teknologi nasional. Tata kelolanya selaras dengan regulasi dan arah kebijakan pemerintah.

Bayangkan cloud komputasi sebagai analogi. Ethereum dan Solana berperan seperti AWS—layanan cloud universal. Chain lokal berperan seperti Naver Cloud di Korea atau VNG Cloud di Vietnam—infrastruktur yang disesuaikan dengan regulasi dan kebutuhan industri di masing-masing negara.

Secara umum, chain lokal memiliki ciri-ciri berikut:

  • Strategi lokal sebagai pusat: Fokus pada mendukung agenda kebijakan nasional.

  • Kepatuhan lokal: Menerapkan regulasi domestik seperti KYC, AML, dan pelokalan data.

  • Koneksi dengan infrastruktur lokal: Terhubung dengan sistem perbankan, identitas digital, dan jaringan pembayaran lokal.

  • Pengembangan dan operasi oleh tim lokal: Didirikan dan dijalankan oleh tim dalam negeri.

Tidak semua chain memenuhi keempat kriteria secara penuh. Namun kami mengklasifikasikan suatu chain sebagai "lokal" berdasarkan tingkat kesesuaian terhadap standar tersebut. Proyek global yang hanya menargetkan pasar tertentu tanpa membangun infrastruktur lokal tidak masuk dalam kategori ini.

2.1. Vietnam: Inovasi Korporasi Bertemu Strategi Nasional

Vietnam menunjukkan bagaimana pengembangan teknologi oleh sektor swasta dan arah kebijakan pemerintah bisa berjalan beriringan. Regulasi masih dalam tahap pembentukan, namun ruang diskusi yang tumbuh membuka peluang bagi kolaborasi antara sektor publik dan swasta.

Pemain awal seperti Viction dan KardiaChain membangun ekosistem Layer-1 di Vietnam. Mereka berfokus pada use case ritel dan menciptakan lingkungan pengembangan yang ramah developer. Mereka tumbuh tanpa dukungan langsung pemerintah berusaha membentuk pondasi pasar secara mandiri.

Sumber: VBA

Peluncuran 1Matrix pada Mei 2025 menandai titik balik penting. Chain ini dikembangkan oleh One Mount Group, salah satu konglomerat terbesar Vietnam, dengan misi jelas: mendukung transformasi digital nasional, kedaulatan data, dan integrasi sistem lintas industri.

Pendekatan ini berbeda dengan chain yang sudah ada. Bila Viction dan KardiaChain menekankan kelincahan dan fokus komunitas, 1Matrix menonjol melalui koneksi langsung ke layanan publik dan sistem administrasi pemerintahan. Ini menciptakan model yang selaras dengan kebijakan.

Model ini sejalan dengan arah kebijakan dalam Keputusan Perdana Menteri No. 1236, yang mendorong pengembangan platform domestik dan mendukung jaringan blockchain "Make in Vietnam" yang dipimpin korporasi.

1Matrix menjadi contoh penting tentang bagaimana kapabilitas teknis perusahaan dapat berpadu dengan strategi digital nasional.

2.2. Indonesia: Eksperimen Start-up Mendorong Pengembangan Chain Lokal

Indonesia menunjukkan bagaimana ekosistem chain lokal bisa tumbuh melalui inisiatif startup dan dorongan kebutuhan pasar—tanpa dukungan langsung dari pemerintah.

Sumber: Vexanium

Vexanium menjadi salah satu contoh terdepan. Sebagai Layer-1 yang digerakkan oleh start-up, Vexanium menyediakan infrastruktur blockchain yang dioptimalkan untuk berbagai kebutuhan dalam ekosistem ekonomi Indonesia. Fokus utama mereka adalah pada sistem pembayaran digital dan program loyalitas untuk usaha kecil. Dengan efisiensi biaya tinggi dan fleksibilitas dalam implementasi, Vexanium menyasar kesenjangan akses keuangan yang belum terlayani oleh sistem tradisional.

Mandala Chain wins Bali Startup World Cup 2024, Sumber: Mandala Chain

Mandala Chain adalah contoh lain. Berbasis pada jaringan Polkadot, chain ini beroperasi sebagai Layer-1 hibrida yang mendukung blockchain publik dan privat. Mandala menyasar perusahaan dan institusi publik di berbagai sektor seperti verifikasi identitas digital, manajemen rantai pasok, dan pemrosesan data medis.

Kedua project ini menegaskan satu hal penting: ekosistem Layer-1 dapat berkembang secara organik melalui pemecahan masalah riil dan kekuatan pengembangan lokal—tanpa perlu bergantung pada dukungan negara.

2.3. Philippines: Adopsi Web3 Tinggi, Tanpa Chain Lokal

Filipina termasuk negara pertama yang mengadopsi teknologi blockchain dalam sektor game Web3 dan DeFi. Platform seperti Yield Guild Games (YGG) tumbuh pesat dan membentuk komunitas dengan lebih dari satu juta pengguna. YGG menjadi penggerak utama dalam penyebaran model play-to-earn.

Negara ini berhasil membangun basis pengguna yang kuat. Namun secara infrastruktur, Filipina sepenuhnya bergantung pada chain publik global seperti Ethereum, Ronin, dan Binance Smart Chain. Hingga kini, belum ada tim lokal yang mengembangkan chain Layer-1 secara mandiri.

Penggunaan blockchain di Filipina pun masih terbatas. Beberapa inisiatif utama meliputi: Project i2i oleh UnionBank: Menghubungkan bank-bank pedesaan melalui jaringan Ethereum izin terbatas. PHPX: Stablecoin multi-bank yang berjalan di atas jaringan Hedera. Project Agila: Proyek CBDC oleh bank sentral yang beroperasi di infrastruktur tertutup.

Semua inisiatif ini memakai teknologi luar untuk tujuan tertentu dan tidak membentuk pondasi infrastruktur nasional. Ekosistem blockchain di Filipina tumbuh secara organik melalui permintaan publik dan komunitas digital-native. Namun, tidak ada strategi teknologi nasional maupun pengembangan infrastruktur lokal. Dominasi pemain asing dalam infrastruktur bisa menimbulkan kendala jangka panjang dalam Penegakan regulasi, Pelokalan data Integrasi sektor publik

Tanpa arah strategis dan pengembangan domestik, Filipina bisa menghadapi keterbatasan dalam menyelaraskan teknologi dengan kebijakan di masa depan

2.4. Thailand: Chain Lokal yang Dipimpin oleh Exchanges

Thailand menunjukkan bagaimana exchanges kripto dapat menjadi penggerak utama pengembangan Layer-1 lokal. Pendekatan ini memungkinkan pertumbuhan cepat dalam kerangka institusional yang sudah ada.

Bitkub, memimpin pengembangan Bitkub Chain. Chain ini digunakan di berbagai sektor seperti NFT dan program loyalitas, Layanan fintech, Proyek percontohan bersama instansi pemerintah, kesehatan. Hingga 2024, Bitkub Chain mencatat lebih dari 5 miliar transaksi kumulatif, dengan jumlah wallet aktif melebihi 2 juta.

Sumber: Bitkub Chain

Chain ini juga mengoperasikan BTB (Bitkub Thai Baht), stablecoin yang dipatok 1:1 ke Baht Thailand. Bitkub Chain digunakan untuk eksperimen pembayaran on-chain dan uji coba layanan keuangan lainnya.

Pemerintah Thailand mengambil pendekatan berbeda. Alih-alih membangun jaringan negara tersendiri, mereka memberikan dukungan kelembagaan kepada pengembangan yang dipimpin swasta. Lisensi exchanges dan sistem sandbox regulasi menjadi enabler utama.

Pendekatan ini menciptakan keseimbangan: kapabilitas teknis korporasi dikombinasikan dengan dukungan institusi negara. Ini membentuk model kolaboratif yang berkelanjutan.

2.5. Kamboja: Infrastruktur Pembayaran Digital yang Dipimpin Bank Sentral

Kamboja membangun sistem pembayaran digitalnya melalui blockchain Layer 1 yang dioperasikan oleh bank sentral. Bakong adalah sebuah permissioned chain. Bank Nasional Kamboja merancangnya menggunakan Hyperledger Iroha. Chain ini menyediakan berbagai fungsi. Ia menangani penyelesaian antar-bank. Ia memproses pembayaran ritel. Ia juga menghubungkan dompet berbasis QR. Jaringan ini beroperasi secara terpusat. Hanya institusi keuangan berlisensi yang dapat berpartisipasi sebagai node.

Pada awal 2025, Bakong telah mendaftarkan lebih dari 30 juta akun. Volume transaksi kumulatif mencapai sekitar $105 miliar, angka ini jauh melebihi PDB Kamboja. Platform ini mendukung baik Riel Kamboja (KHR) maupun Dolar AS (USD). Lebih dari 20 institusi keuangan saat ini berpartisipasi.

Sumber: Ledger Insights

Sistem ini menargetkan tujuan tertentu, yaitu memperluas akses keuangan dan mengurangi ketergantungan pada uang tunai dan mata uang asing, serta memperkuat pengelolaan aliran mata uang. Sistem ini membangun persyaratan KYC dan anti pencucian uang (AML), juga mencakup fungsi pembayaran lintas batas. Bakong saat ini beroperasi sebagai model percontohan CBDC dan berfungsi sebagai infrastruktur pembayaran digital yang dirancang untuk tujuan kebijakan.

3. Pola Pengembangan Local Chain di Pasar Asia Tenggara

Negara-negara di Asia Tenggara mengembangkan blockchain lokal dengan cara yang berbeda. Setiap negara mengikuti lingkungan institusional dan konteks ekonomi masing-masing. Pemerintah memandang teknologi blockchain secara berbeda. Mereka memiliki tujuan penggunaan yang berbeda. Hal ini menciptakan perbedaan yang nyata dalam struktur dan operasi chain.

Pola pengembangan ini terbagi menjadi tiga model, yaitu:

Model pertama adalah didukung pemerintah. Bakong di Kamboja dan 1Matrix di Vietnam menunjukkan contoh kunci. Mereka dirancang erat dengan tujuan kebijakan nasional. Bakong beroperasi langsung di bawah bank sentral. 1Matrix dikembangkan melalui upaya korporasi, tetapi sejalan dengan strategi digital nasional. Chain-chain ini mengadopsi struktur jaringan permissioned. Mereka terintegrasi erat dengan sistem mata uang legal. Mereka menerapkan persyaratan KYC dan AML pada tingkat infrastruktur. Tujuan inti termasuk mengurangi ketergantungan pada mata uang asing. Mereka juga mengamankan kedaulatan data.

Model kedua adalah dipimpin korporasi. Bitkub Chain di Thailand menunjukkan model ini. Chain-chain awal di Vietnam seperti Viction dan KardiaChain juga demikian. Pelaku korporasi menangkap peluang pasar. Mereka mengembangkan chain untuk aplikasi komersial. Mereka fokus pada program loyalitas dan layanan fintech. Mereka mengamankan fondasi operasional legal melalui kerja sama regulasi. Mereka unggul dalam eksperimen yang gesit. Mereka menawarkan skalabilitas yang fleksibel.

Model ketiga bergantung pada infrastruktur global. Negara seperti Filipina melewatkan pembangunan infrastruktur Layer 1. Mereka mengembangkan aplikasi di chain publik yang sudah ada. Mereka menggunakan Ethereum, BNB Chain, dan Solana. Pendekatan ini memungkinkan pengembangan dan penyebaran yang cepat. Namun membatasi kontrol atas respons regulasi. Kedaulatan data menjadi lebih sulit diatur.

Strategi local chain di Asia Tenggara tidak berkumpul menjadi satu. Mereka berkembang dalam bentuk berbeda berdasarkan kondisi unik tiap negara. Kepemimpinan pengembangan menentukan hasilnya. Fungsi inti penting, yaitu dengan bagaimana chain berhubungan dengan institusi yang ada membentuk struktur dan arah pengembangan.

4. Penutup

Local chain di Asia Tenggara berkembang melampaui sekadar blockchain yang dikembangkan di negara tertentu. Mereka menjadi infrastruktur praktis. Setiap negara menyesuaikannya dengan kondisi institusional, teknologi, dan ekonomi. Contoh dari Vietnam, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Kamboja menunjukkan pola kunci, yaitu berbagai pelaku mengembangkan local chain secara berbeda. Pemerintah mengambil satu pendekatan. Korporasi mengambil pendekatan lain. Start-up memilih jalur berbeda dengan tujuan penggunaan sangat terkait dengan konteks regional.

Tren ini melampaui blockchain, walau Google mendominasi pasar pencarian global, namun Naver dari Korea mengamankan pasar melalui spesialisasi, Baidu dari China melakukan hal yang sama. Mereka fokus pada bahasa lokal dan konten. Mereka menangani respons kebijakan dengan lebih baik. Chain global berkembang pesat, walau mereka menggunakan fleksibilitas dan likuiditas, tetapi mereka kesulitan menjalin koneksi dengan institusi tiap negara. Sistem layanan publik juga menjadi tantangan.

Local chain mengambil pendekatan berbeda, dengan dirancang untuk tujuan kebijakan spesifik, mereka menyesuaikan kebutuhan infrastruktur keuangan, sesuai dengan karakteristik pengguna. Mereka mencapai kompatibilitas dengan kerangka institusional. Mereka menciptakan nilai nyata.

Pertanyaan inti berubah. Jangan tanya “protokol mana yang mendominasi pasar global?” Tapi tanyakan ini: “infrastruktur mana yang benar-benar bekerja dalam kondisi unik tiap negara? Mana yang menciptakan nilai nyata?

Chain yang berkelanjutan di pasar berkembang tidak hanya unggul secara teknis. Mereka harus membuktikan kelayakan dan keberlanjutan. Lingkungan institusional juga penting, dimana masa depan local chain tidak bergantung pada keunggulan teknis, tetapi juga bergantung pada kemampuan memecahkan masalah. Bisakah mereka menyelesaikan masalah nyata? Bisakah mereka bekerja dengan institusi? Faktor-faktor ini menentukan kesuksesan.


Telusuri ekosistem Web3 Asia bersama Tiger Research. Telah lebih dari 10.000 pionir yang bergabung untuk dapatkan wawasan eksklusif dan terkini mengenai kondisi pasar.


🐯 Lainnya dari Tiger Research

Telusuri lebih lanjut laporan yang relevan dengan topik ini: 

Disclaimer

Laporan ini disusun berdasarkan materi yang diyakini dapat dipercaya. Namun, kami tidak memberikan jaminan secara eksplisit maupun implisit atas keakuratan, kelengkapan, maupun kesesuaian informasi yang disajikan. Kami tidak bertanggung jawab atas kerugian apa pun yang timbul akibat penggunaan laporan ini atau isinya. Kesimpulan dan rekomendasi dalam laporan ini dibuat berdasarkan informasi yang tersedia pada saat penyusunan dan dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya. Seluruh proyek, estimasi, proyeksi, tujuan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan dalam laporan ini dapat berubah tanpa pemberitahuan dan mungkin berbeda atau bertentangan dengan pendapat pihak lain atau organisasi lainnya.

Dokumen ini disediakan hanya untuk tujuan informasi dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat hukum, bisnis, investasi, atau pajak. Segala referensi terhadap sekuritas atau aset digital bersifat ilustratif dan tidak merupakan rekomendasi investasi atau tawaran untuk memberikan layanan konsultasi investasi. Materi ini tidak ditujukan bagi investor atau calon investor.

Ketentuan Penggunaan

Tiger Research mengizinkan penggunaan wajar atas report yang telah disusun dan diterbitkan. 'Penggunaan wajar' adalah prinsip yang mengizinkan penggunaan sebagian konten untuk kepentingan publik, selama tidak merugikan nilai komersial materi tersebut. Jika penggunaan sesuai dengan prinsip ini, laporan dapat digunakan tanpa memerlukan izin terlebih dahulu. Namun, saat mengutip laporan Tiger Research, Anda diwajibkan untuk:

  1. Menyebutkan dengan jelas 'Tiger Research' sebagai sumber.

  2. Menyertakan logo Tiger Research (hitam/putih).

Jika materi akan disusun ulang dan diterbitkan kembali, diperlukan persetujuan terpisah. Penggunaan laporan tanpa izin dapat mengakibatkan tindakan hukum.